Perubahan Status Mata Pelajaran, Ciri Stuktur Kurikulum Merdeka

Mata Pelajaran Kurikulum Merdeka dalam Perubahan Status di Rancangan Kurmer

Madrasahdigital.net. Tema keempat dari perancangan kurikulum merdeka adalah struktur kurikulum merdeka. Dimana salah satu karakteristik adalah adanya perubahan status Mata Pelajaran Kurikulum Merdeka.


Perubahan status mata pelajaran merupakan salah satu upaya untuk menguatkan pengembangan kompetensi yang penting dimiliki oleh setiap peserta didik di masa kini dan masa yang akan datang.

Seiring dengan tujuan tersebut, perubahan ini juga dilakukan sebagai upaya meningkatkan keselarasan pembelajaran antara satu jenjang dan jenjang berikutnya.

Dengan penyesuaian status mata pelajaran (misalnya dari tidak wajib menjadi mata pelajaran wajib atau dianjurkan), perkembangan kompetensi setiap peserta didik diharapkan dapat lebih optimal.

Berikut adalah beberapa perubahan tersebut:

1. B. Inggris Mata Pelajaran yang dianjurkan di kurikulum merdeka jenjang SD

Bahasa Inggris semakin dianjurkan untuk mulai diajarkan sejak jenjang SD, sebagaimana sudah dimulai sejak kurikulum- kurikulum sebelumnya.

Hal ini didorong oleh tiga hal:

  • (1) bahasa Inggris sebagai kebutuhan seluruh anak Indonesia,
  • (2) keselarasan kurikulum Bahasa Inggris, dan
  • (2) pemerataan kualitas pembelajaran.

Untuk dapat berkomunikasi lintas budaya dan  antar bangsa serta berperan aktif sebagai masyarakat dunia, keterampilan Bahasa Inggris merupakan kebutuhan dasar yang perlu dimiliki seluruh anak Indonesia.

Bahasa Inggris telah menjadi lingua franca atau basantara, termasuk untuk masyarakat di Asia Tenggara yang menggunakan bahasa ibu dan bahasa resmi yang berbeda-beda (Kickpatrick, 2010).

Sesuai dengan komitmen Pemerintah untuk mengembangkan setiap dimensi dalam profil pelajar Pancasila termasuk berkebhinekaan global, maka penguatan pendidikan Bahasa Inggris merupakan salah satu hal (mata pelajaran) yang diutamakan dalam Kurikulum Merdeka.

Masalah keselarasan kurikulum Bahasa Inggris dalam kurikulum nasional juga menjadi salah satu pertimbangan yang mendorong anjuran kepada satuan pendidikan dan pemerintah daerah untuk mengajarkan mata pelajaran ini.

a. Evaluasi B. Inggris di Kurikulum 2013

Salah satu temuan evaluasi Kurikulum 2013 yang dilakukan Pusat Kurikulum dan Perbukuan adalah kerancuan dalam kompetensi yang harus dicapai siswa jenjang SMP. Tanpa ada pendidikan Bahasa Inggris di jenjang SD, mereka diharapkan untuk mencapai kompetensi yang sebenarnya merupakan kemampuan tahap menengah (intermediate level). Artinya, tanpa ada pembelajaran di level dasar (basic level), mereka langsung diharapkan mencapai level yang cukup kompleks.

Ada dua opsi sebagai solusi dari masalah gap atau kesenjangan capaian kompetensi ini.

  • Pertama, mengubah target capaian mata pelajaran Bahasa Inggris di jenjang SMP agar lebih sederhana. Opsi ini mengindikasikan penurunan standar kompetensi dan justru bertentangan dengan tujuan utama penguatan pendidikan Bahasa Inggris. Oleh karena itu, opsi ini tidak dipilih.
  • Opsi kedua, dan merupakan opsi yang dipilih sebagai solusi, adalah menyediakan pendidikan Bahasa Inggris level dasar di jenjang SD.

b. Dampak Pengajaran B. Inggris sejak Dini

Mengajarkan Bahasa Inggris sejak dini dengan kebijakan, perencanaan, dan penyelenggaraan yang dirancang dengan hati-hati akan mendorong penguatan fondasi Bahasa Inggris.

Kajian menunjukkan bahwa manfaat utama mengajarkan Bahasa Inggris di jenjang SD antara lain adalah, terbangunnya rasa percaya diri untuk menggunakan Bahasa Inggris sekaligus membangun kesadaran global dan kompetensi antarbudaya (Singleton, D., 2003, Harmer, J., 2012, Moon, J, 2005).

Dengan demikian, mata pelajaran ini tidak sekadar mengajarkan teknik dan keterampilan berbahasa Inggris, tetapi juga mengembangkan wawasan global di mana siswa dapat lebih mudah memahami perbedaan budaya sehingga terbangun sikap toleran.

Kemampuan berbahasa Inggris juga berpotensi untuk menjadi faktor yang berkontribusi pada kesenjangan kualitas belajar antar siswa dan antar satuan pendidikan.

Saat pembelajaran dari rumah di masa pademi COVID-19 dilaksanakan, sumber pembelajaran dalam jaringan sangat dibutuhkan baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik.

OECD (2020c) melakukan pendataan sumber- sumber pembelajaran daring dari berbagai negara dan dikembangkan oleh pemerintah dan masyarakat, yang dapat diakses secara terbuka.

Namun demikian, mayoritas sumber belajar yang telah dikurasi kualitasnya tersebut menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Sehingga, ketika guru dan peserta didik kurang memiliki kemampuan Bahasa Inggris, sumber-sumber belajar yang sebenarnya berpotensi untuk memitigasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) tetap tidak dapat diakses.

Sementara untuk satuan pendidikan yang  telah menyelenggarakan pembelajaran Bahasa Inggris, sumber-sumber belajar tersebut dapat diakses dengan lebih leluasa.

Oleh karena itu, menguatkan kemampuan berbahasa Inggris di mayoritas sekolah dasar di Indonesia diharapkan dapat memperkecil kesenjangan kualitas belajar.

c. Pembelajaran B. Inggris di Indonesia

Meskipun Bahasa Inggris perlu diajarkan sejak jenjang SD, namun dalam jangka pendek  mata pelajaran ini belum dapat menjadi mata pelajaran wajib (di Kurikulum Merdeka).

Menurut data Dapodik, saat ini hanya sekitar 4% satuan SD/MI di Indonesia yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris. Sebagaimana yang diperlihatkan Tabel 1, di beberapa kabupaten/kota proporsi SD yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris cukup tinggi. Di beberapa kabupaten/ kota tersebut, Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran yang diwajibkan sebagai muatan lokal.

Dengan demikian, beberapa pemerintah daerah sudah melakukan inisiatif untuk menguatkan Bahasa Inggris di jenjang SD.

Sementara itu, di DKI Jakarta Bahasa Inggris tidak menjadi satu mata pelajaran tersendiri melainkan terintegrasi dalam muatan lokal Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (PLBJ).

d. Rekap Implementasi B. Inggris di SD/MI

Tabel 3.1. Provinsi dan Kabupaten/Kota Dengan SD/MI Yang Mengajarkan Mata Pelajaran Bahasa Inggris 30 Persen Atau Lebih

NoProvinsiKabupaten/KotaJml SDJml SD Bhs. Inggris%
  1Prov. BaliKab. Badung 278  208 75%
  2Prov. BaliKota Denpasar 227  150 66%
  3Prov. Jawa TengahKab. Temanggung 434  252 58%
  4Prov. Papua BaratKota Sorong803240%
  5Prov. Jawa TimurKab. Tulungagung631  229 36%
  6Prov. Jawa TengahKab. Magelang602  19933%
7Prov. Jawa TengahKab. Pati67822333%
8Prov. Jawa TimurKota Batu792430%
9Prov. BantenKota Tangerang44513530%
10Prov. Jawa TengahKab. Kudus42212530%
11Prov. Kalimantan Timur  Kab. Berau1664930%

e. Strategi Kemendikbud

Data empiris menunjukkan bahwa proporsi SD yang sudah mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris masih relatif rendah sehingga, mengubah statusnya menjadi mata pelajaran wajib merupakan kebijakan yang terlalu terburu-buru.

Oleh karena itu, Kemendikbudristek mengembangkan peta jalan pendidikan Bahasa Inggris yang merumuskan strategi untuk menyiapkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib, termasuk penyiapan tenaga pendidik dan berbagai pendukung pembelajaran lainnya.

Dengan demikian, dalam jangka waktu menengah, mata pelajaran ini akan menjadi mata pelajaran wajib di SD.

2. Penggabungan IPA dan IPS jadi IPAS di SD

Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) di jenjang SD merupakan mata pelajaran yang ditujukan untuk membangun kemampuan literasi sains dasar.

Muatan ini merupakan fondasi untuk menyiapkan peserta didik mempelajari ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial yang lebih kompleks di jenjang SMP.

Ketika mempelajari lingkungan sekitarnya, peserta didik di jenjang SD melihat fenomena alam dan sosial sebagai suatu fenomena yang terintegrasi, dan mereka mulai berlatih membiasakan diri untuk mengamati atau mengobservasi, mengeksplorasi, dan melakukan kegiatan yang mendorong kemampuan inkuiri lainnya yang sangat  penting untuk menjadi fondasi sebelum mereka mempelajari konsep dan topik yang lebih spesifik di mata pelajaran IPA dan IPS yang akan mereka pelajari di jenjang SMP.

a. Inkuiri Metode Pembelajaran IPAS

Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan pendekatan dimana peserta didik ditantang untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi, kemudian melakukan review berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, mencari keterkaitan, mengenali pola dan secara perlahan membangun pemahaman akan suatu konsep.

Dalam pendekatan ini, pendidik berperan sebagai fasilitator untuk membangun pemahaman peserta didik. Dengan pendekatan inkuiri, peserta didik secara bertahap dan mandiri membangun pemahaman dan memperdalam prinsip- prinsip yang sedang dipelajari (Murdoch, 2015, Constantinou et al., 2018).

Bila merujuk pada teori perkembangan anak yang dipakai dalam pengembangan Kurikulum Merdeka, maka usia SD merupakan masa strategis untuk mengembangkan kemampuan inkuiri anak.

b. Dasar Penggabungan jadi IPAS

Mata pelajaran IPA dan IPS dijadikan satu menjadi Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) karena dasar dari kedua mata pelajaran ini adalah pengembangan keterampilan inkuiri atau dikenal juga sebagai kemampuan berpikir ilmiah.

Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai masalah di dunia ini seringkali tidak dapat dipecahkan hanya dari sudut pandang satu bidang ilmu tertentu.

Untuk keberlanjutan planet bumi ini, maka masalah perlu dipecahkan dengan mempertimbangkan aspek alam, ekonomi, sosial dan kesejahteraan manusia (Atkisson, 2008).

Saat membahas tentang dampak perilaku manusia terhadap lingkungan, atau dampak iklim dan peristiwa geologi terhadap manusia, misalnya. Untuk membantu anak berpikir secara holistik, belajar berpikir dari berbagai perspektif dan mengembangkan kemampuan inkuiri mereka, serta untuk mengurangi beban jam belajar peserta didik, maka pelajaran IPA dan IPS pada Fase B dan dijadikan satu menjadi IPAS.

3. Mata Pelajaran Informatika di Kurikulum Merdeka jenjang SMP

Mata pelajaran Informatika di jenjang SMP menjadi wajib yang sebelumnya merupakan mata pelajaran pilihan dalam Kurikulum 2013.

a. Dasar Informatika menjadi Mata Pelajaran Wajib

Pertimbangan utamanya adalah karena literasi digital yang banyak dipelajari melalui mata pelajaran Informatika menjadi kebutuhan penting saat ini.

Selain itu, Informatika mengajarkan keterampilan yang tidak hanya relevan untuk pengguna komputer dan teknologi digital, tetapi juga kemampuan berpikir komputasi (computational thinking) yang membangun keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving), berpikir logis, sistematis, mengolah dan menggunakan data, serta kemampuan berpikir sistem (system thinking).

Mengingat pentingnya kemampuan- kemampuan tersebut untuk mengembangkan literasi dan numerasi, maka mata pelajaran Informatika, yang sebelumnya merupakan mata pelajaran pilihan dalam Kurikulum 2013, mulai diwajibkan dalam Kurikulum Merdeka di jenjang SMP dan SMA Kelas X, dan kemudian menjadi salah satu mata pelajaran pilihan di kelas XI dan XII.

Pertimbangan mewajibkan mata pelajaran Informatika juga didasari oleh data empiris yang telah diperoleh melalui uji coba implementasi kurikulum dalam Program Sekolah Penggerak (PSP).

Dari 573 satuan SMP yang mengikuti PSP untuk kelas VII pada Tahun Ajaran 2021/2022, sebanyak 542 (sekitar 95%) SMP mengajarkan mata pelajaran Informatika di sekolah mereka (pelaksana kurikulum merdeka).

Tingginya angka tersebut mengindikasikan bahwa mewajibkan Informatika di jenjang SMP adalah kebijakan yang siap diimplementasikan.

Namun demikian, perlu diperhatikan juga 5% sisanya yang belum siap untuk mengajarkan Informatika. Masalah yang dihadapi 31 satuan SMP tersebut adalah tidak ada guru yang siap untuk mengampu mata pelajaran Informatika.

b. Kebijakan Kemendikbud Terkait Kekurangan Guru Informatika

Menghadapi situasi kurangnya guru Informatika di jenjang SMP, Pemerintah menetapkan keputusan bahwa mata pelajaran Informatika SMP dan SMA Kelas X (pelaksana kurikulum merdeka) dapat diampu oleh guru yang mempunyai kualifikasi akademik atau sertifikat pendidik bidang ilmu komputer, informatika, MIPA, atau guru yang selama ini mengampu Bimbingan TIK (Kepmendikbudristek Nomor 162 Tahun 2021 tentang Program Sekolah Penggerak).

Keputusan tersebut sesuai dengan prinsip fleksibilitas, namun tetap memperhatikan kualitas pembelajaran yang berfokus pada penguatan kompetensi.

Perancangan kurikulum Informatika SMP dan SMA Kelas X pun dilandasi dengan kesadaran akan adanya tantangan ketersediaan guru ini. Untuk membantu guru yang relatif baru mengajar mata pelajaran ini, pemerintah menyediakan buku panduan guru dan beragam contoh silabus/alur pembelajaran serta modul ajar.

4. Muatan Lokal lebih beragam di Kurikulum Merdeka

Muatan lokal dapat dikembangkan dalam bentuk yang lebih beragam, tidak harus menjadi satu mata pelajaran yang berdiri sendiri (di Kurikulum Merdeka).

Dalam Kurikulum 2013, muatan lokal merupakan satu mata pelajaran.

a. 3 cara Penerapan Muatan Lokal pada Kurikulum

Kebijakan tersebut diubah dalam Kurikulum Merdeka, di mana muatan lokal dapat diajarkan melalui tiga cara yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan, yaitu:

  • mengintegrasikan muatan lokal ke dalam mata pelajaran yang sudah ada,
  • mengintegrasikan muatan lokal ke dalam projek penguatan profil pelajar Pancasila, atau
  • mengembangkan mata pelajaran khusus muatan lokal seperti halnya dalam Kurikulum 2013.

PIlihan ini diberikan kepada satuan pendidikan dan/atau pemerintah daerah agar mereka dapat mempertimbangkan kebutuhan peserta didik.

Pembebasan pengaturan muatan lokal ini sesuai dengan prinsip fleksibel. Menyadari bahwa setiap daerah dan satuan pendidikan memiliki visi misi pendidikan yang mungkin berbeda dengan daerah/satuan pendidikan lainnya, maka menjadi wewenang daerah untuk menentukan bagaimana muatan pelajaran yang berbasis pada konteks lokal tersebut diorganisir dan diajarkan kepada peserta didik.

b. Implementasi Muatan Lokal di Sekolah Penggerak

Berdasarkan umpan balik yang diperoleh dari uji coba kurikulum (Merdeka) ini di Sekolah Penggerak, sebagian besar sekolah mengajarkan muatan lokal sebagai mata pelajaran tersendiri karena telah diatur oleh Pemerintah Daerah masing- masing, dan sisanya mengintegrasikan muatan lokal dalam mata pelajaran lain atau dalam projek penguatan profil pelajar Pancasila.


Sumber: Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran, 2022

Materi Rancangan Kurikulum Merdeka

Loading