3 Landasan Sosiologis Kurikulum Merdeka di Naskah Akademik 2024

KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada landasan pengembangan kurikulum merdeka membahas tentang landasan sosiologis.

Landasan Sosiologis Kurikulum Merdeka di Naskah Akademik 2024

Terdapat tiga pertimbangan sosiologis utama, yaitu terkait revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 (society 5.0), dinamika global, dan keragaman sosial masyarakat Indonesia.

Landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum merdeka sebagai berikut

Pertama, revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0.

Teknologi digital menjadi motor penggerak utama dari lahirnya revolusi industri 4.0 dan gagasan masyarakat 5.0 di mana berbagai produk-produk teknologi digital dan variasinya telah mengubah tatanan sosial masyarakat.

Perubahannya drastis, hingga mengakibatkan disrupsi pada berbagai lini kehidupan manusia (Lim, 2019).

Cara manusia bekerja berubah, demikian juga cara manusia berinteraksi dan berkomunikasi. Pada akhirnya pendidikan dan kebudayaan juga terimbas oleh revolusi industri 4.0 (Duggan, 2019).

Secara umum revolusi industri 4.0 ditandai dengan optimalisasi internet dan otomatisasi yang didukung oleh perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligent) (Linh, 2019; Sharma, 2019).

Dengan memanfaatkan teknologi dan data digital, manusia mengembangkan imajinasi dan kreativitas untuk mewujudkan ide-idenya, sehingga Masyarakat 5.0 akan menjadi masyarakat kreatif (Nakanishi & Kitano, tanpa tahun).

Sejalan dengan itu, Deguchi,dkk. (2020) menggambarkan visi masyarakat dalam Masyarakat 5.0 memikirkan dua jenis hubungan:

  • hubungan antara teknologi dan masyarakat dan
  • hubungan yang dimediasi teknologi antara individu dan masyarakat.

Oleh karena itu, Masyarakat 5.0 adalah

  • mengintegrasikan perkembangan teknologi dengan masyarakat,
  • mengurangi kekhawatiran mengenai dampak negatif teknologi dan
  • menciptakan masyarakat di mana teknologi bisa efektif (Yarash dan Ozturk, 2022).

Adapun tujuan dari Masyarakat 5.0 adalah menciptakan masyarakat yang berpusat pada manusia. Dimana pembangunan ekonomi dan penyelesaian tantangan sosial dapat tercapai, dan masyarakat dapat menikmati kualitas hidup yang tinggi, aktif dan nyaman.

Kunci realisasinya adalah perpaduan ruang siber dan dunia nyata (ruang fisik) untuk menghasilkan data berkualitas, dan dari situ tercipta nilai-nilai dan solusi baru untuk menyelesaikan tantangan (Fukuyama, M., 2018).

Revolusi industri 5.0 berarti manusia dan mesin bekerja sama, meningkatkan efisiensi produksi industri. (Adel,A., 2022).

Revolusi industri 4.0 dengan berbagai kemajuan teknologi komunikasi dan informasinya telah memberikan kemudahan akses terhadap sumber-sumber belajar dan jaringan belajar yang tersedia di ruang maya.

Pengiriman dan berbagai pengetahuan bisa terjadi kapan saja, dimana saja, tentang apa saja, tanpa membatasi apakah seseorang itu pelajar suatu satuan pendidikan atau bukan.

Teknologi digital dapat memperluas akses ke informasi, membuka cara belajar baru dan memberikan peluang untuk komunikasi, kolaborasi, partisipasi, dan perolehan keterampilan. Namun, perlu dipikirkan kembali metode, isi, dan struktur proses pendidikan (Gros, 2016).

Era revolusi industri 4.0 dan Masyarakat 5.0 membutuhkan lingkungan belajar yang terhubung dan canggih yang menginspirasi imajinasi, memicu kreativitas, dan memotivasi peserta didik untuk menangani konten secara mandiri (Freigang et al, 2018).

Dalam hal ini kurikulum dituntut memberikan dasar pengetahuan, keterampilan, dan etika untuk merespons realitas revolusi industri 4.0 dan Masyarakat 5.0 tersebut.

The Partnership for 21st Century Learning merekomendasikan beberapa keterampilan yang penting dikuasai di Abad 21 berdasarkan survei mereka, antara lain learning & innovation skills (4Cs), life & career skills, information, media, & technology skills, juga key subjects (3Rs) & 21st century themes (Fadel, 2008; Global Partnership for Education, 2020; Trilling & Fadel, 2009).

Beberapa keterampilan tersebut diklaim penting dikuasai untuk dapat bertahan dan berkembang di Abad 21.

World Economic Forum (2020) merekomendasikan delapan karakteristik penting dalam konten dan pengalaman pembelajaran untuk menentukan pembelajaran berkualitas tinggi di Revolusi Industri Keempat—disebut “Education 4.0” yaitu

  • empat kecakapan: kewarganegaraan global, inovasi dan kreativitas, teknologi, dan interpersonal; serta
  • empat mode pembelajaran, yaitu:
    • pembelajaran yang dipersonalisasi dan serba mandiri,
    • pembelajaran yang mudah diakses dan inklusif,
    • pembelajaran berbasis masalah dan kolaboratif,
    • dan pembelajaran seumur hidup yang digerakkan oleh siswa.

Adapun kecakapan yang direkomendasikan mencakup tiga kelompok besar yaitu kecakapan literasi fundamental, kompetensi, dan karakter (WEF, 2016).

Kompetensi Abad 21 Menurut World Economic Forum 2020

Berbagai rumusan kompetensi tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan Profil Pelajar Pancasila dan Standar Kompetensi Lulusan.

Landasan sosiologis kedua dalam pengembangan kurikulum merdeka adalah dinamika global.

Priestley et al. (2021) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum dalam konteks negara tertentu pada dasarnya tidak terlepas dari pengaruh global dan sudah seharusnya memperhatikan dan mempertimbangkan dinamika global, termasuk di antaranya mengambil inspirasi kurikulum negara lain.

Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Australia dan Inggris misalnya menjadi inspirasi pengembangan kurikulum nasional Indonesia, termasuk juga eksistensi dari beberapa kurikulum internasional seperti Cambridge dan Internasional Baccalaureate (IB).

Dalam hal ini, globalisasi memungkinkan dan mendorong dunia pendidikan berkembang dengan mempertimbangkan dinamika global dan isu-isu global sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, sehingga melahirkan corak kurikulum dan pembelajaran yang mampu membangun wawasan internasional anak didik (Cross & Molnar, 1994; Leask, 2014; Rizvi & Lingard, 2010; Stromquist & Monkman, 2014).

Perspektif yang perlu dipegang dalam mempertimbangkan dinamika global adalah kosmopolitanisme. Kosmopolitanisme yakni pandangan yang mendorong manusia untuk hidup berdampingan sebagai satu warga dunia.

Semangat kosmopolitan mengarahkan anak didik untuk

  • mengasah sensitivitas sosialnya atas masalah yang terjadi di berbagai belahan dunia lain,
  • termotivasi untuk belajar beragam budaya yang berbeda-beda, dan
  • terdorong untuk berkontribusi bagi kehidupan dunia yang lebih baik (Gunesch, 2004; Hansen, 2008, 2010).

Lebih lanjut, konteks global sekarang diwarnai oleh berbagai peristiwa yang perlu mendapat perhatian lebih, termasuk perhatian oleh dunia pendidikan.

Masalah-masalah terkait krisis energi, ketidakstabilan ekonomi, perubahan iklim, perang dagang, terorisme, rasisme, dan konflik antarnegara perlu diperhatikan.

Menghadapi kondisi tersebut beberapa kesepakatan mengemuka, antara lain

  • SDGs (United Nations, 2023), pendidikan berbasis hak asasi manusia (human rights- based education) (Tomasevski, 2004), dan
  • rekomendasi UNESCO (2021) bahwa kurikulum hendaknya menekankan pembelajaran yang ekologis, interkultural, dan interdisiplin untuk transformasi sosial yang lebih adil dan masa depan yang berkelanjutan.

Idealnya, isu-isu yang mencuat dalam konteks internasional tersebut perlu dipertimbangkan sebagai hal penting dalam menyusun kurikulum baru.

Dalam hal ini, Kurikulum Merdeka merancang penyiapan peserta didik sebagai warga dunia.

Landasan sosiologis ketiga dalam pengembangan kurikulum merdeka adalah keragaman sosial masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, konteks nasional Indonesia dicirikan dengan keragaman sosial, budaya, agama, etnis, ras, dan daerah.

Secara sosiologis keragaman tersebut merupakan kekayaan yang potensial mendorong tercapainya impian menjadi bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, dan hidup harmonis antar elemen bangsa.

Namun, di sisi lain keragaman tersebut juga sering kali membuahkan konflik sebagaimana tercatat dalam perjalanan sejarah Indonesia. (Jones, 2017; Latif, 2011).

Masih banyak konflik terjadi antara warga masyarakat dan korporasi/investor, konflik atas nama agama dan etnis, polarisasi pilihan politik, juga kesenjangan ekonomi yang potensial memicu lahirnya kasus-kasus kejahatan.

Tidak hanya itu, realitas sosial di Indonesia juga masih tampak beberapa masalah terkait dengan budaya dan mentalitas yang kurang mendukung kemajuan, termasuk di dunia pendidikan. (Bjork, 2005).

Masalah-masalah lain terkait korupsi serta degradasi dan eksploitasi lingkungan hidup juga masih mengemuka.

Keragaman masyarakat Indonesia juga dapat dilihat dari kondisi tingkat perkembangannya.

Walaupun sekarang berada di era digital, daerah tertentu, khususnya masyarakat adat dan terpencil masih menunjukkan pola perilaku masyarakat berburu.

Bahkan semua karakteristik perkembangan masyarakat sebagaimana digambarkan oleh Harayama (2017), masih ada Indonesia.

Perkembangan Sosial Masyarakat dalam Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum baru sebagai upaya merespons dan berkontribusi memecahkan masalah sosial melalui pendidikan perlu melihat dan mempertimbangkan realitas tersebut sebagai hal penting yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum.

Muatan kurikulum terkait karakter, nilai-nilai, etos kerja, berpikir ilmiah dan akal sehat, perlu ditekankan.

Hal ini juga menekankan pentingnya desain fleksibilitas dalam penerapan pembelajaran, agar peserta didik mempelajari hal yang relevan terjadi di lingkungan sekitarnya, dengan tetap mempromosikan perdamaian untuk isu SARA, kesetaraan gender, dan isu kontekstual lainnya.


Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024

Loading