KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka 2024 pada landasan pengembangan kurikulum merdeka membahas tentang landasan psikopedagogis.
Landasan Psikopedagogis Kurikulum Merdeka di Naskah Akademik 2024
Landasan psikopedagogis merupakan landasan yang memberikan dasar pengembangan kurikulum terkait bagaimana manusia belajar dan berkembang.
Pengertian Psikopedagogis dalam Pengembangan Kurikulum Merdeka
Penggabungan teori psikologi perkembangan dan pedagogi ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pengalaman belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas peserta didik sehingga menghasilkan keterlibatan aktif serta hasil pendidikan yang lebih baik (Ryan, R. M., & Deci, E. L., 2017).
4 Teori pada Landasan Psikopedagogis
Beberapa teori yang melandasi psikopedagogi antara lain:
- (1) teori perkembangan,
- (2) teori pembelajaran,
- (3) teori kompetensi emosional/kejiwaan, dan
- (4) teori motivasi.
1. Teori Perkembangan
Teori pertama yang menjadi Landasan psikopedagogis dalam pengembangan kurikulum merdeka adalah teori perkembangan
Adapun Teori perkembangan menekankan pada aspek-aspek perkembangan anak dan bagaimana pendekatan kurikulum dapat mengatasi tantangan yang ada selama masa perkembangannya.
Menurut Piaget, Teori perkembangan menekankan tahapan perkembangan kognitif yang berurutan (sensorimotor, pra-operasional, operasional konkret, operasional formal) dan pentingnya eksplorasi aktif dalam pembelajaran (Piaget, J, 1970).
Teori perkembangan sosiokultural menyoroti peran interaksi sosial dan kolaborasi dalam pembelajaran, dengan “zona perkembangan proksimal” yang memandu dukungan instruksional untuk pembelajaran yang optimal (Vigotsky, 1978).
Sedangkan teori perkembangan psikososial berfokus pada delapan tahap perkembangan psikososial dan tantangan serta peluang yang tersaji pada setiap tahap. Kurikulum yang di kembangkan berharap dapat mengatasi tantangan-tantangan ini (Erikson, 1963).
2. Teori Kompetensi Emosional dalam Landasan Psikopedagogis
Teori kedua yang menjadi Landasan psikopedagogis dalam pengembangan kurikulum merdeka adalah teori kompetensi emosional
Adapun Teori kompetensi emosional dalam konteks psikopedagogis ini berpijak pada proses belajar peserta didik yang sangat terpengaruh oleh faktor psikologis yang dialami peserta didik ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
Kompetensi emosional ini dengaruhi oleh lima hal utama, yaitu
- kompetensi kehidupan secara utuh (wellbeing),
- kesadaran emosi dan kejiwaan (emotional awareness),
- pengaturan emosi (emotional regulation),
- kompetensi sosial, dan
- kemandirian emosi (Querrero, 2022).
UNESCO (2020) menegaskan proses pembelajaran yang menguatkan perkembangan emosi dan sosial, akan menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.
3. Teori Pembelajaran pada Landasan Kurikulum Merdeka
Teori ketiga yang menjadi Landasan psikopedagogis dalam pengembangan kurikulum merdeka adalah teori pembelajaran
Adapun Teori pembelajaran mencakup teori konstruktivisme, konektivisme, dan behaviorisme yang menekankan bahwa kurikulum harus memberikan ruang kepada peserta didik untuk
- melakukan eksplorasi, penyelidikan, dan pemecahan masalah; serta
- mempromosikan pembelajaran melalui koneksi dengan kehidupan sehari-hari atau pembelajaran kontekstual (Jonassen, DH, 1991 dan Siemens G, 2004).
Kurikulum juga diharapkan dapat memanfaatkan umpan balik dan penghargaan praktik pembelajaran yang efektif (Skinner, BF, 1974).
a. Implikasi Pembelajaran Behavioral Terhadap Kurikulum
Teori pembelajaran behavioral adalah perspektif psikologis yang berfokus pada bagaimana rangsangan lingkungan dan konsekuensi membentuk dan memodifikasi perilaku.
Beberapa implikasi desain kurikulum dari teori pembelajaran behavioral meliputi:
- menggunakan tujuan dan hasil pembelajaran yang jelas, instruksi langsung dan pemodelan, latihan dan praktik untuk memperkuat pembelajaran, umpan balik langsung dari guru, umpan balik dari peserta didik, penilaian dan evaluasi kemajuan dan kinerja peserta didik, pembelajaran individual dan diferensiasi untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan peserta didik yang berbeda,
- menggunakan teknik perancah (scaffolding) dan peredaman (fading) untuk menyesuaikan intensitas bimbingan guru secara bertahap sehingga peserta didik menjadi lebih mandiri.
b. Implikasi Teori Konstruktivisme Terhadap Kurikulum
Teori pembelajaran konstruktivisme menekankan pentingnya proses pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pelaku aktif pembelajaran (students as agents), bukan sebagai penerima informasi secara pasif (students as recipients).
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan bukanlah kumpulan atau seperangkat fakta- fakta, konsep, atau kaidah untuk diingat.
Pembelajaran terpengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengetahuan sebelumnya, motivasi, tujuan, strategi, umpan balik, dan konteks.
Pembelajaran dapat terfasilitasi dengan menggunakan berbagai metode, seperti scaffolding, pemodelan, elaborasi, organisasi, latihan, pemulihan informasi, transfer, dan metakognisi.
Beberapa implikasi desain kurikulum dari teori pembelajaran konstruktivis meliputi:
- peserta didik aktif mengonstruksikan pengetahuan dari input di sekitarnya dan pengalaman sendiri serta punya agency lebih dalam menentukan apa yang ingin di pelajari lebih dalam,
- menggunakan tujuan dan hasil pembelajaran yang jelas dan spesifik,
- mengaktifkan pengetahuan sebelumnya dan memberikan gambaran informasi baru, menggunakan contoh dan analogi,
- menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah, penyelidikan, dan projek, pembelajaran kooperatif dan kolaboratif untuk mendorong interaksi sosial, umpan balik dan penilaian kemajuan dan kinerja peserta didik;
- diferensiasi dan individualisasi untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan peserta didik yang berbeda,
- menggunakan teknologi dan multimedia untuk memperkaya dan memperluas pengalaman belajar.
c. Implikasi Teori Konektivisme Terhadap Kurikulum
Konektivisme merupakan teori pembelajaran yang relatif baru yang mendorong peserta didik mampu menggabungkan pemikiran, teori, dan informasi umum dengan cara yang bermanfaat untuk kepentingan belajar.
Konsep ini meyakini bahwa teknologi adalah bagian utama dari proses pembelajaran dan bahwa keterhubungan peserta didik yang terus-menerus memberi peluang bagi peserta didik untuk membuat pilihan dalam pembelajaran.
Konektivitas juga mendorong kolaborasi dan diskusi kelompok, memungkinkan adanya sudut pandang dan perspektif berbeda dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan memahami informasi. (UNESCO, 2022).
Konektivisme mendorong pembelajaran yang terjadi di luar individu, seperti melalui media sosial, jaringan online, blog, atau basis data informasi.
Hal di atas sangat di sarankan dalam proses pembelajaran pada implementasi Kurikulum Merdeka.
Konektivisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 2005 oleh dua ahli teori, George Siemens dan Stephen Downes (Siemens, George, 2005; Claudia & Jordan 2022).
Publikasi tersebut membahas pentingnya peran teknologi dalam proses pembelajaran dan bagaimana era digital telah meningkatkan kecepatan akses peserta didik terhadap informasi.
Hal ini juga sangat direkomendasikan dalam implementasi Kurikulum Merdeka menjelang pertengahan Abad 21 dan mengingat situasi khusus seperti pandemi Covid-19 yang memerlukan peserta didik meningkatkan literasi digital dengan memanfaatkan ragam sumber belajar, termasuk memanfaatkan “internet of things” dan “big data”.
Oleh karena itu, kemampuan menggunakan teknologi secara bijak merupakan kompetensi esensial yang menjadi pertimbangan pengembangan kurikulum.
4. Teori Motivasi pada Kurikulum Merdeka
Teori keempat yang menjadi Landasan psikopedagogis dalam pengembangan kurikulum merdeka adalah teori motivasi
Dan Teori motivasi menyiratkan perubahan perilaku yang terdorong atas dasar kebutuhan dasar, penentuan nasib sendiri (motivasi intrinsik), dan pencapaian tujuan. Semua ini memengaruhi pembelajaran dan perilaku seseorang.
Kurikulum yang dikembangkan diharapkan dapat meningkatkan tujuan dan penguasaan motivasi intrinsik pada peserta didik sehingga memiliki growth-mindset untuk menjadi lebih baik lagi.
Tujuan Teori Psikopedagogis
Penggabungan teori psikologi perkembangan dengan teori pedagogi ke dalam kurikulum berharap dapat menciptakan pembelajaran yang interaktif, serta pengalaman belajar yang efektif dan menyenangkan, sehingga mendukung perkembangan optimal seluruh peserta didik.
Kurikulum Merdeka berupaya memadukan teori-teori tersebut dalam perancangan dan pengembangan kurikulum.
Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024