Krisis Pembelajaran Pra Pandemi

Madrasahdigital.net. Pada bab 2 di Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran atau Naskah Akademik Kurikulum Merdeka menjelaskan kondisi pembelajaran dengan tema Krisis Pembelajaran Pra Pandemi.

Krisis Pembelajaran Pra Pandemi ditinjau dari 4 kondisi yaitu

  1. Nilai PISA dan Peringkat Indonesia
  2. Kondisi Non Akademik
  3. Pemetaan Hasil Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI)
  4. Penyerapan Alumni SMK di dunia kerja

  • Baca Juga:
  1. Materi Penyusunan KOSP Kurikulum Merdeka
  2. Materi Memahami Pembelajaran dan Asesmen
  3. Materi Penyusunan Modul Projek

Nilai PISA

Dalam konteks global, hasil pembelajaran tingkat pendidikan dasar dan menengah masih belum menggembirakan. Hasil yang dicapai oleh peserta didik Indonesia dalam tes PISA masih menunjukkan ada banyak ruang untuk pengembangan.

Gambar 2.1 memperlihatkan tren nilai tes PISA dan peringkat Indonesia dari tahun 2000 sampai 2018.

Gambar 2.1 Tren Nilai dan Peringkat PISA Indonesia (Sumber: OECD, 2019)

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1, Indonesia menduduki peringkat yang rendah dalam hasil tes PISA tahun 2018. Untuk bidang matematika, misalnya, Indonesia berperingkat 72 dari 78 negara yang berpartisipasi dalam PISA. Hasil yang kurang lebih sama ditunjukkan untuk tes sains dan membaca. Nilai tes PISA Indonesia juga memperlihatkan tren stagnan.

Tidak ada lonjakan peningkatan nilai selama periode 18 tahun. Namun demikian, selisih nilai peserta didik Indonesia dengan rerata nilai peserta didik negara-negara maju yang terhimpun dalam OECD menunjukkan tren pengurangan untuk semua bidang yang diujikan.

Contohnya, selisih nilai matematika peserta didik Indonesia dengan negara-negara OECD sebesar 139 poin pada tahun 2000. Selisih nilai itu berkurang menjadi 115 poin pada tahun 2018. Harus diakui masih banyak yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peringkat dan nilai Indonesia.

Krisis Pembelajaran pada Non Akademik

Berkenaan dengan hasil non-akademik, seperti pendidikan sikap dan perilaku, data yang dimiliki Kemendikbudristek juga menunjukkan perlunya perbaikan.

Dalam hal perundungan (bullying) dan kerangka pikir kemajuan (growth mindset), Gambar 2.2 menunjukkan hasil survei terhadap peserta didik Indonesia dibandingkan dengan rata-rata peserta didik negara-negara OECD.

Krisis pembelajaran pra pandemi pada Non Akademik
Gambar 2.3. Perundungan dan Kerangka Pikir Kemajuan Peserta Didik (Sumber: OECD, 2019)

Seperti terlihat pada Gambar 2.2, 41% peserta didik Indonesia melaporkan mengalami perundungan beberapa kali dalam satu bulan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata negara OECD sebesar 23%.

Peserta didik yang sering mengalami perundungan mencapai nilai membaca 21 poin lebih rendah. Mereka juga merasa sedih, takut, dan tidak puas dengan kehidupan mereka. Peserta didik seperti ini lebih mungkin untuk absen sekolah.

Gambar 2.2 juga menunjukkan bahwa hanya 29% peserta didik Indonesia tidak menyetujui pernyataan bahwa “kepandaian tidak dapat diubah terlalu banyak”, jauh di bawah rata- rata negara OECD sebesar 63%.

Ini bermakna peserta didik Indonesia memiliki kerangka pikir kemajuan rendah, karena mereka tidak melihat perlunya memajukan diri mereka dalam segi akademis.

Peserta didik yang memiliki kerangka pikir kemajuan memiliki nilai membaca 32 poin lebih tinggi, tidak takut pada kegagalan, lebih termotivasi dan ambisius, serta lebih menganggap pendidikan penting.

AKSI

Dalam konteks nasional, hasil tes Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) menggambarkan rendahnya kompetensi dasar dan ketimpangan yang tinggi. Indonesia telah berhasil meningkatkan secara signifikan akses (angka partisipasi), terutama pada jenjang pendidikan dasar. Namun data berbagai survei nasional dan internasional, serta trend skor Ujian Nasional mengindikasikan bahwa dalam 15-20 tahun terakhir, hasil belajar tidak mengalami peningkatan.

Gambar 2.3 menunjukkan persebaran skor AKSI yang diselenggarakan pada tahun 2019 yang menunjukkan adanya ketimpangan besar antar daerah dalam hasil belajar siswa.

Gambar 2.3. Persebaran skor AKSI tahun 2019 (Sumber: Kemdikbud 2019)

Kondisi Pendidikan Kejuruan

Dalam konteks pendidikan kejuruan, indikator krisis pembelajaran dapat ditunjukkan dengan kurangnya keterserapan lulusan SMK di dunia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk lulusan SMK masih tertinggi dengan persentase sebesar 8,49% sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.4 yang menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan tujuan didirikannya SMK yaitu mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.

Gambar 2.5. Gambar 2.4 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan (Sumber: BPS 2020)

Sumber: Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran, 2022

Materi Krisis Pembelajaran

Loading