Evaluasi Hambatan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak

Hambatan Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Evaluasi di Sekolah Penggerak

Madrasahdigital.net. Evaluasi Hambatan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak

Pada bab Implementasi Kurikulum Merdeka secara terbatas terbagi menjadi 2 tema utama yaitu IKM di Sekolah Penggerak, dan di Program SMK Pusat Keunggulan. Tema IKM di Sekolah Penggerak sangat panjang sehingga dipecah menjadi beberapa topik bahasan. bahasan pertama adalah Metode Evaluasi Kurikulum Merdeka IKM di Sekolah Penggerak.


Evaluasi Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak

Dampak positif di lingkungan sekolah juga turut memberikan persepsi yang positif pada kurikulum yang digunakan secara terbatas. Sejumlah guru mengaku bahwa kurikulum memberikan nuansa baru untuk meningkatkan kolaborasi antara sesama guru.

Selain itu guru juga merasa bahwa kurikulum yang dilakukan sangat berpijak pada peserta didik dan merangsang kreativitas dan keterampilan bernalar kritis.

Dalam studi etnografi yang dilakukan oleh PSKP (2021), pelaksanaan kurikulum sekolah penggerak terutama dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, memberikan nuansa yang lebih positif. Dalam berbagai mata pelajaran P5 mampu meningkatkan antusiasme guru dan peserta didik dalam pembelajaran. Selain itu kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dan tidak hanya di ruang kelas juga menjadi kebiasaan baru yang semakin menguat di sekolah (PSKP, 2021).

Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak

Gambar 4.22. Persepsi Guru terhadap Program Sekolah Penggerak (n=8.262) Sumber: PSKP, 2021

Hambatan Implementasi Kurikulum Merdeka

Selain berbagai capaian di atas, terdapat sejumlah hambatan yang masih menjadi kendala sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum.

Pemahaman yang belum utuh menjadi bottle neck dalam menyelenggarakan pembelajaran. Meskipun sudah dilatih sebelumnya guru sering kali bingung apakah yang telah diterapkan sudah sesuai dengan harapan kurikulum atau belum.

Hal ini tidak heran karena selama lebih dari tujuh dasawarsa guru tidak diberikan kebebasan dalam implementasi pembelajaran melainkan menjadi sangat bergantung kepada aturan-aturan yang sangat ketat (Pratiwi, Solihin dkk, 2019).

Selain pemahaman yang belum utuh, pembelajaran dengan Tatap Muka Terbatas (PTMT) menjadi hambatan khususnya di wilayah non tertinggal. Guru kesulitan mengimplementasikan pembelajaran bermakna di luar ruang kelas dengan alokasi waktu yang minim dan tingginya kekhawatiran akan COVID-19. Sehingga pembelajaran juga dirasakan guru kurang optimal.

Di sisi lain, pada kawasan tertinggal kurangnya sarpras masih menjadi kendala.

Dalam hasil wawancara kami, guru kesulitan dalam menyelesaikan berbagai modul karena ketiadaan listrik dan internet. Terbatasnya ruang kelas yang aman juga menjadi kendala dalam pembelajaran masih dirasakan di wilayah tertinggal.

Evaluasi Hambatan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak

Gambar 4.23. Grafik Hambatan Implementasi Kurikulum (n=1.713) Sumber: PSKP, 2021

Faktor Pendukung IKM

Agar pemahaman terhadap kurikulum lebih utuh, sebagian guru baik di wilayah tertinggal maupun non-tertinggal mengharapkan adanya pendampingan yang cukup intensif dari pelatih ahli.

Hal ini cukup penting untuk memberikan fasilitator pada guru dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menyelenggarakan kurikulum yang berpihak kepada murid.

Selain itu perangkat ajar dan dukungan orang tua juga menjadi salah satu yang dibutuhkan oleh sekolah untuk memudahkan mereka mengimplementasikan pembelajaran.

Faktor Dukungan Implementasi Kurikulum Merdeka

Gambar 4.24. Grafik Dukungan Yang dibutuhkan Satuan Pendidikan (n=1.713) Sumber: PSKP, 2021

Praktik Adaptasi Implementasi Kurikulum Merdeka

Praktik Adaptasi Implementasi Kurikulum Merdeka Kawasan Tertinggal SMP N 4 Poco Ranaka, Kab. Manggarai Timur, NTT

SMP N 4 PocoRanaka berada di kawasan tertinggal yang rawan dengan ancaman bencana longsor. Sekolah ini terletak di Desa Watu Lanur, Kampung Adat Kedel, Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur.

Letaknya yang berada di lereng perbukitan membuat lokasi gedung-gedung di sekolah ini tersebar dan tidak merata. SMP 4 Poco Ranakan memiliki sejumlah ruang kelas memprihatinkan, seperti plafon yang bolong serta meja dan kursi yang terbatas. Kondisi perpustakaan sebagai penunjang pembelajaran ternyata tidak jauh berbeda. Buku tidak tertata rapi karena keterbatasan rak buku.

Selain itu, laboratorium tidak berfungsi karena tidak adanya perawatan. Instalasi listrik juga baru ada belum lama ini.

1. Hambatan Awal dalam Implementasi Kurikulum Merdeka

Sejak sekolah terpilih menjadi sekolah Penggerak, kepala sekolah merasa bersyukur dan menjadikan cambuk untuk meningkatkan layanan sekolah. Kepala sekolah merangkul semua guru untuk bisa maju bersama-sama. Guru-guru juga merespon dengan positif.

Mulanya guru mengeluhkan perubahan menuju Sekolah Penggerak. Mereka tampak kebingungan dengan implementasi modul ajar dan bagaimana menyiasati program digitalisasi sekolah.

Namun proses adaptasi itu mengalami kemajuan. Sejak menjadi sekolah penggerak, para guru di SMPN 4 Poco Ranaka menjadi terbiasa hal-hal baru yang ditawarkan oleh program, pembelajaran yang lebih fleksibel dan media ajar yang lebih beragam proses kegiatan belajar mengajar dalam kurikulum PSP dianggap lebih menarik.

Metode diskusi dan belajar di luar ruang kelas juga sering menjadi metode yang digunakan guru. Dalam prosesnya, siswa menjadi lebih antusias dan merasa lebih terlatih berpikir kritis dan berani mengemukakan pendapat dalam menanggapi permasalahan yang dihadirkan oleh guru untuk tugas kelompok.

2. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila sebagai Hal Menarik

Hal yang paling menarik dalam kurikulum ini adalah pembelajaran berbasis projek. Projek Penguatasn Profil Pancasila yang pertama dipilih adalah kunjungan ke rumah adat Manggarai.

Gagasan tersebut muncul karena dorongan sejumlah faktor yang pertama adalah karena kedekatan masyarakat manggarai dengan tokoh adat setempat yang kedua adalah dorongan melestarikan budaya setempat pada generasi muda sehingga menjadi pribadi yang bangga dengan identitas budayanya.

Dua faktor tersebut akhirnya menjadi pertimbangan bersama dalam rapat guru saat menentukan tema P5. Projek pertama ini dilakukan melalui kolaborasi sejumlah guru PKn, guru Bahasa Indonesia, guru IPS, dan guru Seni Budaya.

Tokoh adat dan masyarakat menyambut gembira gagasan tersebut, hal ini terlihat dari antusias masyarakat dan tokoh adat yang menjadi fasilitator untuk mengajarkan adat kepada siswa.

Dalam prosesnya,siswa diminta untuk datang ke rumah adat kemudian tokoh adat akan menjelaskan terkait benda pusaka ataupun falsafah adat manggarai dan siswa diminta menuliskan kembali dengan bahasa Indonesia dan guru akan melakukan proses tanya jawab setelahnya.

Selama projek dilakukan. siswa terlihat sangat antusias dalam belajar. Antusiasme ini mendorong satuan untuk terus berkreasi menciptakan projek yang baru setiap sebulan. Semangat tersebut terlihat dalam diskusi dalam refleksi oleh guru sepulang sekolah.

Dalam salah satu keputusan yang telah diambil, diputuskan target projek berikutnya yaitu: pada bulan Oktober akan dilakukan Projek Bulan Bahasa dan untuk bulan November, di bidang kewirausahaan yang bertemakan Bazaar Rakyat. (Studi Etnografi, PSKP, 2021)


Sumber: Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran, 2022

Materi Implementasi Kurikulum Merdeka Terbatas

Loading