Menerapkan Karakteristik Pembelajaran Kurikulum Merdeka 2024

KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada karakteristik pembelajaran kurikulum merdeka membahas tentang cara memahami Karakteristik Pembelajaran Kurikulum Merdeka 2024.

Kurikulum Merdeka sebagai sebuah gagasan dengan tujuan mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan efektif dalam menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila. Kemudian dikembangkan mengacu pada tiga prinsip utama perancangan Kurikulum Merdeka juga merekomendasikan beberapa karakteristik pembelajaran tertentu.

Karakteristik pembelajaran ini berperan penting dalam mendukung tercapainya tujuan Kurikulum Merdeka dan dirumuskan sedemikian rupa berdasarkan pada

  • landasan-landasan filosofis,
  • sosiologis, dan
  • psikopedagogis yang akan dibahas di bagian D.

Orientasi dari Kurikulum Merdeka menekankan pada pemahaman dan pelaksanaan bahwa penilaian bukanlah hal yang terpisah dari proses pembelajaran.

Justru penilaian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran dan dilakukan sejak awal sebelum pembelajaran dimulai, sepanjang proses pembelajaran dijalankan, hingga akhir masa pembelajaran dalam periode belajar tertentu.

Mengacu pada paradigma konstruktivisme dalam pendidikan, belajar dipahami sebagai proses konstruksi dan rekonstruksi terus menerus dari peserta didik yang mengalami proses pembelajaran.

Dalam hal ini terdapat proses

  • learning, yaitu belajar hal baru,
  • relearning, yaitu penguatan hal yang telah dipelajari sebelumnya, dan
  • unlearning, yaitu mengoreksi pemahaman peserta didik dari apa yang telah dipahami sebelumnya (Eggen dan Kauchak, 2016).

Terdapat 4 (empat) karakteristik pembelajaran Kurikulum Merdeka sebagai berikut.

  • Memanfaatkan penilaian atau asesmen awal, proses, dan akhir untuk memahami kebutuhan belajar dan perkembangan proses belajar peserta didik
  • Menggunakan pemahaman tentang kebutuhan dan posisi peserta didik untuk melakukan penyesuaian pembelajaran
  • Memprioritaskan kemajuan belajar peserta didik dibandingkan cakupan dan ketuntasan muatan kurikulum yang disampaikan
  • Didasarkan pada refleksi atas kemajuan belajar peserta didik yang dilakukan secara kolaboratif dengan pendidik lain.

Keempat karakteristik pembelajaran Kurikulum Merdeka tersebut memfokuskan pada peserta didik sebagai subjek belajar yang harus dilayani kebutuhan belajarnya, serta dipahami latar sosial, budaya, dan ekonominya yang beragam.

Asesmen dipahami sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari pembelajaran dan menjadi komponen penting dalam memberikan masukan bagi pengembangan rencana pembelajaran guru di kelas, terutama melalui asesmen awal dan asesmen formatif.

Lebih lanjut, refleksi menjadi kunci perbaikan pembelajaran, yakni dengan cara merefleksikan proses dan hasil belajar yang diperoleh dari asesmen-asesmen tersebut apakah pembelajarannya sudah betul-betul di jalan yang benar dalam upaya melayani kebutuhan peserta didik yang beragam atau belum.

Terlepas dari itu, konteks pembelajaran adalah hal yang tidak boleh diabaikan.

Kesadaran mengenai konteks merupakan kesadaran mengenai tempat di mana pendidikan berlangsung, baik dalam konteks global, regional, nasional, lokal, hingga mikro di sekolah dan ruang kelas (Bolt & Swartz, 1997).

Kesadaran mengenai konteks artinya menempatkan konteks sebagai hal yang harus digali dari siswa dan lingkungan sekolah, terutama melalui asesmen awal.

Tujuannya agar apa yang dipelajari oleh siswa bukan sesuatu hal yang mengawang-awang, melainkan siswa dapat mengaitkannya dengan konteks kehidupan di mana mereka berada.

Selain itu, konteks juga perlu dianalisis oleh guru dengan cara melihat

  • fenomena sosial yang terjadi pada saat hendak mendesain atau merencanakan pembelajaran:
  • peristiwa apa saja yang muncul,
  • apa pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat, dan
  • apa yang dapat dilakukan untuk menghadapinya.

Data dan informasi tersebut dapat diperbarui tiap awal semester, atau bahkan sepanjang semester, agar pembelajaran di kelas dapat selalu diupayakan untuk terkait dengan konteks.

Semangat Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum yang kontekstual (Bolt & Swartz, 1997), yakni yang perlu diadaptasikan dalam konteks sekolah, ditunjang oleh pembelajaran kontekstual (Johnson, 2002).

Berikutnya, hal yang tidak boleh dilupakan adalah tren Abad 21 yang didominasi oleh lahirnya beragam produk-produk digital yang potensial digunakan dalam dunia pendidikan.

Selaras dengan teori konektivisme (Levin & Tsybulsky, 2017; Siemens, 2005) bahwa pembelajaran di masa sekarang tidak dapat dipisahkan dari teknologi, bahwa aktivitas belajar hampir selalu terkoneksi dengan teknologi sebagai tempat kita menyimpan informasi, mengolahnya, mengaksesnya, bahkan mereproduksinya menjadi pengetahuan-pengetahuan baru lainnya.

Belajar dari upaya darurat di masa pandemi Covid-19 ketika banyak sekolah dipaksa menggunakan produk-produk teknologi pendidikan untuk belajar jarak jauh, terlepas dari kendala infrastruktur dan kurangnya kompetensi dalam penggunaan, ternyata menyadarkan potensi teknologi digital dalam menunjang pembelajaran.

Lingkungan belajar virtual yang dikembangkan dalam bentuk Learning Management System (LMS), layanan Chatbot, media sosial, saluran-saluran YouTube, hingga beragam Artificial Intellegence (AI) sangat potensial menunjang pembelajaran dan patut dipertimbangkan untuk diintegrasikan dalam pembelajaran.

Tentu saja guru juga perlu mengetahui potensi negatifnya, termasuk isu-isu terkait etika dan sejenisnya (Gilster, 1997; Martin, 2008; Pianfetti, 2001).

Tidak terdapat hal khusus yang perlu dikenalkan di sini, melainkan Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan bagi guru dengan professional judgement-nya untuk

  • menganalisis kemudian menentukan untuk menggunakan atau mengembangkan pendekatan pembelajaran,
  • strategi pembelajaran,
  • metode pembelajaran,
  • model- model pembelajaran,
  • juga desain pembelajaran,
  • media pembelajaran,
  • sumber belajar, dan
  • lingkungan belajar tertentu.

Sepanjang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran, maka guru berhak untuk mengembangkan dan menggunakannya dalam pembelajarannya secara merdeka.

Teacher Agency (Guru Penggerak)

Upaya untuk membangun kemampuan profesionalisme guru dalam menilai, menganalisis, dan mengambil putusan-putusan didaktik-pedagogik perlu dijalankan, setidaknya agar guru memiliki apa yang oleh para pakar sering disebut sebagai teacher agency (Poulton, 2020; Priestley et al., 2013, 2015).

atau daya gerak guru atau kemampuan guru bergerak atau melakukan inisiatif-inisiatif perubahan sebagaimana dijalankan dalam program Guru Penggerak.

  • memanfaatkan Penilaian atau asesmen pada awal, proses, dan akhir pembelajaran untuk memahami
    • kebutuhan belajar dan
    • perkembangan proses belajar yang telah ditempuh Peserta Didik;
  • menggunakan pemahaman tentang kebutuhan dan posisi Peserta Didik untuk melakukan penyesuaian pembelajaran;
  • memprioritaskan terjadinya kemajuan belajar Peserta Didik dibandingkan cakupan dan ketuntasan muatan Kurikulum yang diberikan; dan
  • mengacu pada refleksi atas kemajuan belajar Peserta Didik yang dilakukan secara kolaboratif dengan Pendidik lain.

Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024

Loading