Hasil Evaluasi Kurikulum Darurat di Kurikulum Merdeka

KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada evaluasi kurikulum membahas tentang hasil evaluasi kurikulum darurat masa pandemi Covid 19.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia mengakibatkan pembelajaran tidak berjalan normal. Sebagian besar peserta didik harus belajar dari rumah.

Perubahan pembelajaran yang awalnya bertumpu pada metode tatap muka beralih menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan intensitas jumlah hari dan jam belajar dalam sehari yang menurun secara signifikan.

Mayoritas peserta didik hanya menerima instruksi, umpan balik, dan interaksi yang terbatas dengan pendidiknya. Kondisi ini berkontribusi pada

  • menurunnya kemampuan peserta didik,
  • ketidaktercapaian pembelajaran,
  • ketimpangan pengetahuan yang makin lebar,
  • perkembangan emosi dan kesehatan psikologis yang terganggu,
  • kerentanan putus sekolah, serta
  • potensi penurunan pendapatan peserta didik di kemudian hari (Afkar dan Yarrow, 2021).

Tantangan dalam penerapan PJJ lainnya adalah

  • keterbatasan akses internet, perangkat digital
  • serta kapasitas baik guru, orang tua, maupun peserta didik (Zamjani dkk., 2020).

Studi yang dilakukan oleh Puslitjak dan INOVASI (2021) menunjukkan terjadinya ketertinggalan pembelajaran (learning loss), yaitu

  • ketika peserta didik kehilangan kompetensi yang telah dipelajari sebelumnya,
  • tidak mampu menuntaskan pembelajaran di jenjang kelas, maupun mengalami efek majemuk karena tidak menguasai pembelajaran pada setiap jenjang.

Selain itu, dampak lain dari PJJ adalah makin melebarnya kesenjangan hasil belajar (learning gap) antar peserta didik dalam satu kelas dan penggunaan platform pembelajaran digital antara satuan pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan, serta di daerah 3T dan kawasan non-3T (Puslitjak & INOVASI, 2021).

Apabila tidak ada intervensi yang mendorong pendidik untuk menyusun pembelajaran yang memperhatikan keragaman kemampuan belajar peserta didik, maka peserta didik dengan kemampuan rendah akan makin tertinggal dari peserta didik lainnya.

Peserta didik yang memiliki akses terhadap perangkat digital, memiliki guru adaptif, pada kondisi sosial ekonomi lebih tinggi, serta mempunyai orang tua yang aktif berkomunikasi dengan guru cenderung memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Untuk mengatasi kondisi ini, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud (saat ini Kemendikbudristek) mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor 719/P/2O2O tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.

Pedoman ini mengatur tentang kurikulum pada satuan pendidikan yang ditetapkan sebagai daerah dalam kondisi khusus oleh pemerintah pusat atau daerah.

Pelaksanaan kurikulum pada kondisi khusus bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.

Kurikulum untuk kondisi khusus mengacu pada kurikulum nasional untuk PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang disederhanakan sehingga berfokus pada kompetensi esensial dan prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.

Sehingga, kurikulum darurat ini mengurangi beban pendidik dalam melaksanakan kurikulum nasional dan peserta didik dalam keterkaitannya dengan pembelajaran, penentuan kenaikan kelas, dan kelulusan.

Setelah berjalan hampir satu tahun ajaran, Kemendikbud melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum darurat.

Hasil evaluasi tersebut secara umum menunjukkan bahwa peserta didik pengguna kurikulum darurat mendapatkan hasil asesmen yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosial ekonominya.

Penggunaan kurikulum darurat secara signifikan juga mampu mengurangi indikasi learning-loss selama pandemi baik untuk capaian literasi maupun numerasi (INOVASI, 2021).

Hasil positif di atas menunjukkan bahwa intervensi kurikulum darurat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap upaya pemulihan pembelajaran akibat pandemi COVID-19.

Namun kurikulum darurat ini masih memerlukan pengembangan kurikulum yang komprehensif agar mampu menghadapi krisis pembelajaran yang menjadi permasalahan akut di Indonesia.

Alternatif kurikulum yang diperlukan oleh satuan pendidikan haruslah dapat mengakomodasi keragaman karakteristiknya agar kualitas pembelajaran meningkat, hasil belajar peserta didik optimal, dan mengurangi dampak-dampak negatif pandemi COVID-19 bagi pendidikan di Indonesia.

Penyederhanaan dan penyempurnaan kurikulum tentunya diperlukan sebagai penyesuaian dengan perkembangan situasi dan kebutuhan terkini serta menjawab berbagai tantangan baru yang muncul di Abad 21 maupun masalah-masalah lama yang tak kunjung terpecahkan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penggunaan kurikulum yang lebih fleksibel dengan menyempurnakan dan menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan terkini, terbukti efektif dalam mendongkrak capaian pembelajaran peserta didik (Paparan Kemendibudristek, 2021b).

Sejatinya, kurikulum darurat hanya melakukan intervensi Kurikulum 2013 dengan melakukan penyederhanaan materi sebagai tindak lanjut dari evaluasi Kurikulum 2013 untuk mengurangi beban materi pelajaran yang harus ditanggung peserta didik.

Perlu ada langkah lanjutan untuk memperbaiki Kurikulum 2013 yaitu

  • menyelaraskan isi kurikulum antar jenjang dan dunia kerja,
  • mengurangi beban administrasi guru, dan
  • fleksibilitas penerapannya dengan mengintervensi kerangka dasar dan struktur Kurikulum 2013.

Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024

Loading