Perbedaan Asesmen Kelulusan dan Seleksi dalam Reformasi Asesmen Nasional

MadrasahDigital.Com. Buku Kajian Akademik dan Rekomendasi Reformasi Asesmen Nasional disusun oleh Balitbangbuk Kemendikbud. Pada Tema Reformasi Sistem Asesmen: Rekomendasi Kebijakan, Buku ini menjelaskan tentang karakteristik Asesmen Kelulusan dan Seleksi.

  • Asesmen Nasional merupakan salah satu bentuk evaluasi pendidikan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Asesmen Kelulusan dan Seleksi dalam Reformasi Asesmen

Dengan dipisahkannya asesmen untuk evaluasi sistem dan evaluasi siswa, fungsi evaluasi siswa yang tadinya dilayani oleh UN dan USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) beralih menjadi tanggung jawab guru dan sekolah. Dua fungsi yang krusial asesmen untuk evaluasi pada level siswa yaitu

  • (1) penentuan kelulusan (pemberian ijazah sebagai pengakuan penyelesaian sebuah jenjang sekolah) dan
  • (2) seleksi masuk jenjang sekolah yang lebih tinggi.

Pada prinsipnya, yang mengetahui dan berwenang menilai hasil belajar siswa ialah guru.

Hasil belajar selama 6 tahun (untuk SD) atau 3 tahun (untuk SMP dan SMA) terlalu luas dan kompleks untuk bisa diukur hanya menggunakan tes tertulis yang diselenggarakan terpusat.

Hanya guru – melalui asesmen yang berkelanjutan menggunakan beragam instrumen – yang bisa melakukan penilaian pencapaian belajar siswa secara komprehensif. Sejalan dengan prinsip ini,

UU Sisdiknas menetapkan penilaian siswa sebagai kewenangan guru (Pasal 58 ayat 1), dan penentuan kelulusan sebagai kewenangan sekolah (Pasal 61).

Meski dilakukan oleh guru dan diselenggarakan oleh masing-masing sekolah, asesmen untuk kelulusan tentu perlu mengacu pada tujuan belajar yang dirumuskan dalam kurikulum sekolah maupun Standar Nasional Pendidikan.

Tabel Perbandingan Karakteristik Asesmen Kelulusan dan Seleksi

KomponenKelulusanSeleksi
Yang berwenangSekolah asalSekolah/institusi sasaran, dinas pendidikan, dan pemerintah pusat
Cakupan asesmenSeluruh kompetensi yang ditetapkan sebagai tujuan belajar dalam kurikulum yang digunakan sekolah asalKompetensi yang dinilai berharga oleh sekolah/institusi sasaran, dan/atau Kompetensi yang memprediksi prestasi masa depan di sekolah/institusi sasaran
Landasan interpretasi hasil asesmenStandar pencapaian (proficiency) yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah asalPerbandingan normatif dengan populasi skor peserta seleksi Kerangka asesmen yang melandasi masing-masing tes yang digunakan untuk seleksi
Komparabilitas hasil asesmenKeterbandingan kualitatif (kategori pencapaian) antarsiswa dalam satu sekolahKeterbandingan kuantitatif antarsiswa yang mendapat di sekolah/institusi sasaran
Peserta asesmenSemua siswa yang berada di akhir masa studi  Siswa yang berminat mengikuti seleksi  
Instrumen yang sesuaiKombinasi antara beragam instrumen (terstandar maupun tidak), sesuai dengan sifat kompetensi yang diukur dan kebutuhan/profil belajar siswaInstrumen terstandar  (misalnya, ujian tertulis dan asesmen kinerja dengan rubrik penskoran yang terstandar) Sekolah/institusi dengan selektivitas tinggi memerlukan instrumen yang sensitif untuk membedakan siswa pada range kemampuan yang tinggi

Seleksi Penerimaan Siswa baru

Seleksi memasuki jenjang sekolah yang lebih tinggi diatur dalam regulasi penerimaan siswa baru. Karena negara berkomitmen menjamin hak belajar siswa sampai 9 tahun,

Pendaftaran SD dan SMP seharusnya didasarkan pada mekanisme zonasi dan afirmasi, bukan seleksi prestasi.

Daerah-daerah yang belum memiliki jumlah bangku SMP yang memadai didorong untuk menambah sekolah atau rombongan belajar di SMP yang ada.

Namun sebelum kondisi tersebut tercapai, akan ada kebutuhan untuk melakukan seleksi calon siswa SMP berdasarkan prestasi. Hal ini berlaku juga untuk seleksi calon siswa SMA.

Idealnya, seleksi dilakukan berdasarkan hasil asesmen di sekolah asal (nilai rapor). Hal ini dapat mengurangi beban biaya dan waktu bagi siswa/keluarga maupun sistem.

Namun hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena asesmen untuk kelulusan dan seleksi memiliki karakteristik yang berbeda (lihat Tabel 4).

Hambatan utama penggunaan asesmen kelulusan untuk seleksi ialah soal comparability: nilai rapor dari sekolah-sekolah asal sulit digunakan sebagai landasan memeringkat prestasi siswa secara adil.

Untuk mengakomodir sistem seleksi yang berkeadilan, transparan, serta akuntabel, pemerintah hendaknya mendorong kapasitas dinas/wilayah dalam melakukan penilaian terstandar. Kapasitas dinas ini penting sehingga mampu menyelenggarakan sistem seleksi yang kredibel dan akuntabel, tanpa mencampuradukkan fungsinya dengan asesmen kelulusan.

Kesadaran dinas untuk memisahkan sistem seleksi dari sistem kelulusan perlu ditingkatkan, tanpa mengabaikan tujuan utama pemerataan mutu semua satuan pendidikan.

Dalam jangka panjang, seiring dengan meningkatnya kapasitas profesional guru, semakin banyak guru yang mampu menerjemahkan standar nasional dengan baik dan mengukurnya secara valid. Nilai rapor dari sekolah yang berbeda-beda akan menjadi lebih bisa dibandingkan.

Untuk itu, pengembangan kompetensi guru untuk menerapkan asesmen perlu menjadi bagian dari kebijakan Kemendikbud mengenai pendidikan guru.

Selain itu, Kemendikbud juga perlu memikirkan pengembangan beragam instrumen dan prosedur asesmen yang terstandar dan bermutu tinggi yang dapat digunakan secara mandiri oleh guru untuk menentukan kelulusan siswanya.


Loading