MadrasahDigital.Com. Buku Kajian Akademik dan Rekomendasi Reformasi Asesmen Nasional disusun oleh Balitbangbuk Kemendikbud. Pada Tema Reformasi Asesmen Siswa, Buku ini menjelaskan Reformasi Asesmen Siswa yang dilakukan oleh Singapura.
Asesmen Nasional merupakan salah satu bentuk evaluasi pendidikan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Mengkaji Reformasi Asesmen Siswa yang dilakukan Singapura
Singapura secara konsisten menduduki peringkat atas dalam studi-studi asesmen hasil belajar internasional seperti PISA dan TIMSS. Meski demikian, Singapura secara sadar terus berusaha memperbaiki sistem pendidikannya, termasuk dalam hal praktik asesmen siswa.
1. TSLN, Reformasi Asesmen Siswa di Singapura
Era reformasi pendidikan Singapura saat ini dilandasi oleh visi Thinking Schools Learning Nations (TSLN) yang diluncurkan sekitar tahun 1997.
Fokus TSLN yaitu pada disposisi belajar sepanjang hayat dan kompetensi berpikir kritis dan kreatif, serta berkomunikasi dan bekerja sama (Gopinathan, 1999).
Visi TSLN mendapat formulasi yang operasional dan populer dalam seruan Teach Less, Learn More (H. L. Lee, 2004).
Dalam hal asesmen, visi TSLN adalah mendorong untuk mempraktikkan asesmen yang lebih otentik dan berorientasi pada proses belajar (Tan, 2011).
Sebagai contoh, karya hasil project kelompok mulai digunakan sebagai bagian dari kriteria seleksi masuk universitas.
Ujian high stakes di level pra-universitas juga mulai melibatkan asesmen unjuk kinerja (performance assessment) seperti praktikum melakukan penelitian di bidang sains, penggunaan sumber-sumber primer di bidang sejarah, analisis studi kasus di bidang ekonomi, dan merancang karya seni dan aplikasi komputer (Sellen, Chong, & Tay, 2006).
Performance assessment semacam ini tidak bisa dilakukan pada akhir tahun ajaran, dalam waktu satu atau dua jam sebagaimana ujian konvensional.
2. Dampak TSLN terhadap KBM
Seberapa efektif reformasi asesmen ini mengubah praktik belajar-mengajar di kelas sesuai dengan visi TSLN?
Sebuah penelitian mengumpulkan berbagai tugas dan hasil kerja siswa dalam proses belajar-mengajar sehari-hari dalam berbagai pelajaran di 30 sekolah dasar dan 29 sekolah menengah (Koh & Luke, 2009).
Data ini mewakili praktik asesmen kelas yang dipraktikkan sekitar 8 sampai 9 tahun setelah TSLN dicanangkan.
Analisis terhadap ribuan tugas dan karya siswa dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa praktik asesmen di sebagian besar sekolah yang diteliti masih berorientasi pada proses berpikir tingkat rendah terkait pengetahuan faktual dan prosedural (Koh & Luke, 2009).
Menurut Tan (2011), reformasi asesmen di Singapura terhambat oleh kuatnya budaya quality assurance dan penggunaan ujian terstandard untuk menentukan karir akademik siswa.
Penekanan quality assurance pada indikator yang mudah dikuantifikasi tidak sejalan dengan asesmen otentik yang bersifat kualitatif dan holistik (Tan, 2011).
Selain itu, penggunaan ujian terstandar meneguhkan konsepsi asesmen sebagai penilaian yang seharusnya dilakukan secara individual dan dalam kondisi terkontrol (dengan pengawasan dan waktu yang singkat) (Tan, 2011).
Konsepsi ini cenderung menyulitkan adopsi bentuk bentuk asesmen berbasis project yang bersifat kolaboratif dan bersifat interaktif serta berjangka waktu panjang.