Transformasi Pembelajaran Selama Implementasi Kurikulum Merdeka

KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada hasil evaluasi implementasi kurikulum merdeka membahas tentang Transformasi Pembelajaran Selama Implementasi Kurikulum Merdeka.

Transformasi Pembelajaran Selama Implementasi Kurikulum Merdeka

Pada sejumlah sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka terdapat beberapa perubahan mendasar yang dirasakan, yaitu kepala sekolah dan guru merasa mutu proses pembelajaran menjadi lebih baik. Pada umumnya sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka mengalami perubahan pada dua level: pertama perubahan pada tingkat satuan pendidikan, kedua perubahan pada tingkat kelas.

Perubahan pada pada tingkat satuan pendidikan dipengaruhi oleh kepiawaian kepala sekolah dalam tata kelola satuan pendidikan.

Perubahan ini dilakukan dari mulai hal yang paling mendasar, yaitu saat penyusunan Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP). Sebagian besar satuan pendidikan sudah mulai memahami KSP sebagai “dokumen induk” dalam penyelenggaraan satuan pendidikan.

Dalam hal ini, KSP menjadi rujukan penting dalam memperoleh gambaran utuh tentang gambaran satuan pendidikan dari mulai keragaman latar belakang warga di satuan pendidikan dari sisi sosial, ekonomi, budaya, dan konteks lingkungan di sekitar satuan pendidikan.

Dokumen KSP juga menjadi rujukan utama dalam penyelenggaraan satuan pendidikan yang lebih operasional sehingga satuan pendidikan memiliki rujukan dalam menyelenggarakan program baik di level satuan pendidikan maupun di tingkat kelas dengan pemahaman konteks yang utuh. Dalam penyusunan KSP, sekolah mulai menerapkan prinsip partisipatif dan berusaha menampung berbagai aspirasi warga sekolah.

Selain itu, di sejumlah satuan pendidikan, penyusunan KSP selain melibatkan unsur internal, satuan pendidikan juga sudah mulai melibatkan para pemangku kepentingan dalam tim pengembang kurikulum, seperti pengawas, orang tua bahkan sejumlah sekolah mulai melibatkan siswa untuk ikut berperan serta dalam menyuarakan aspirasinya.

Dalam studi kualitatif yang dilakukan oleh tim IKM juga menemukan, di beberapa sekolah, unsur dinas pendidikan kabupaten juga terlibat dalam tim pengembangan KSP, seperti kepala bidang pada jenjang tertentu. Umumnya kepala sekolah menyatakan bahwa pelibatan berbagai perwakilan ini ditujukan untuk memperkaya perspektif dan pertimbangan agar KSP yang dikembangkan relatif komprehensif dan memungkinkan untuk dijalankan.

Meskipun sebagian besar satuan pendidikan telah mengimplementasikan penyusunan KSP sesuai dengan prinsip pada Kurikulum Merdeka, namun dalam awal proses penyusunannya, KSP dianggap sebagai hal baru yang tidak serta merta dapat disusun oleh satuan pendidikan.

Pada sekolah pelaksana PSP, terutama angkatan I menilai penyusunan KSP yang didasarkan pada kebutuhan sekolah menyebabkan tidak ada format baku dan terstandar. Selain itu, sebagai pelaksana pertama Kurikulum Merdeka, sekolah juga tidak memiliki contoh format pada tahun sebelumnya. Menyiasati kondisi tersebut, guru saling berdiskusi baik dalam rapat rutin maupun melalui pesan di grup WhatsApp.

Selain diskusi, upaya lain yang dilakukan oleh guru adalah mencari referensi dalam penyusunan dokumen KSP, termasuk Modul Ajar. Kegiatan diskusi itu pun teramati dalam kegiatan observasi sekolah, di mana guru saling berdiskusi baik dalam team teaching pembelajaran di kelas serta diskusi di luar kelas yang menandakan bahwa guru cukup adaptif terhadap dinamika program (Observasi, 04/10/21).

Merujuk data di atas, kendala yang dihadapi dalam proses adaptasi dengan KSP direspons guru melalui upaya positif dan kolaboratif, misalnya untuk mengembangkan Modul Ajar sesuai dengan kebutuhan siswa, guru saling berdiskusi dalam perencanaan pembelajaran serta pemanfaatan teknologi digital dalam perencanaan pembelajaran.

Perubahan yang paling mendasar di level kelas adalah dimulainya pembelajaran berbasis kebutuhan siswa. Sekolah-sekolah yang mengimplementasikan kurikulum merdeka baik di PSP, SMK PK, dan IKM secara mandiri telah memulai pembelajaran yang diawali dengan asesmen awal yang menekankan pembelajaran yang ramah anak dan berdiferensiasi.

Diferensiasi pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan siswa misalnya terjadi di SLB Baso di Agam dan SLB di Cicendo Bandung; yang mana kegiatan pembelajarannya menunjukkan bentuk penerapan pembelajaran yang fleksibel dan inklusif di kelas.

Keragaman peserta didik dapat dimanfaatkan oleh guru untuk memperkuat pelayanan pendidikan yang berorientasi kepada siswa. Guru menggunakan pendekatan yang berorientasi pada siswa sesuai dengan level kemampuan siswa, berbasis kekuatan menerima keragaman dan perbedaan, serta memfasilitasi pembelajaran secara individual.

Mayoritas guru menerapkan prinsip pembelajaran anak tuna rungu: keterarahan wajah, sikap tanggap terhadap apa yang ingin dikatakan anak, dan komunikasi total (komtal) yang meliputi gerak-gerik (gestur), bahasa isyarat, berbicara, membaca ujaran, membaca, menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran. Kelas didesain dengan nyaman, walau menggunakan model kelas auditorium, di mana siswa duduk menghadap guru dan papan tulis.

Sejumlah guru juga mulai berlatih melakukan asesmen kepada siswa dengan menyesuaikan keadaan siswa. Sebagai contoh, di SD 02 Batu Ampar, Batam guru mencoba “menurunkan standar” kompetensi pembelajaran di kelas 4 yang seharusnya membahas materi perkalian angka ribuan menjadi perkalian angka ratusan. Di SMAN 1 Sikur, Lombok Timur masing-masing guru memiliki cara yang relatif sama dalam melakukan asesmen formatif, yaitu melalui metode tanya-jawab secara verbal kepada siswa.

Di SDN Fatubai, Timor Tengah Utara, selain melakukan asesmen awal terhadap siswa, guru juga berinisiatif melakukan asesmen terhadap dukungan orang tua, karena banyak siswa absen ketika pembelajaran. Asesmen tersebut kemudian dilanjutkan dengan pertemuan untuk membangun komitmen dengan orang tua agar lebih mendukung pendidikan anak-anaknya.

Upaya-upaya untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada terwujudnya profil pelajar Pancasila juga telah dilakukan oleh satuan pendidikan.

Di TK GPdI Imanuel Bitung, para guru memberi kesempatan bagi siswanya untuk memimpin doa sesuai agama yang dianut, siswa diarahkan untuk mencuci tangan sendiri yang bertujuan melatih sikap toleransi dan kemandirian mereka (Observasi Sekolah).

Temuan menarik lainnya di SMAN 1 Sikur Lombok Timur, di mana kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila dilaksanakan melalui program bernama ‘SI ASIK SMANSIK (Pengolahan Sampah Holistik SMAN 1 Sikur). Kegiatan ini dilakukan dengan mengolah sampah organik menjadi pupuk. Setelah menjadi pupuk, siswa melakukan proses pemanfaatan pupuk dengan melakukan penanaman di dalam pot. Proses pemanfaatan tersebut dilaksanakan di sebuah tempat khusus bernama “Green House”, yakni tempat pembudidayaan tanaman. Setelah pemanfaatan, siswa diarahkan untuk mengemas hasil produk dengan membuat desain penjualan berbasis komputer. Pada pelaksanaannya, guru memberikan penilaian kepada siswa berdasarkan kriteria Profil

Pelajar Pancasila. Penilaian dilakukan dengan melihat kemampuan siswa berpikir kritis pada saat mengerjakan tugas dan diskusi kelompok.

Aspek penilaian ini ditentukan guru berdasarkan karakter yang hendak dibangun dalam kegiatan projek. Kajian ini menunjukkan bahwa meskipun proses implementasi Kurikulum Merdeka di satuan pendidikan tidak selalu berjalan lancar dan ditemui beberapa kendala, namun secara umum menunjukkan tren perubahan yang positif. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, persepsi guru terhadap kurikulum merdeka meningkat ke arah positif. Transformasi pembelajaran di kelas juga berjalan sehingga kualitas proses pembelajaran menjadi makin baik.


Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024

Loading