KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada karakteristik pembelajaran kurikulum membahas tentang karakteristik keempat yaitu refleksi kemajuan belajar siswa (Peserta Didik).
Refleksi Kemajuan Belajar Siswa di Pembelajaran Kurikulum Merdeka
Didasarkan pada refleksi atas kemajuan belajar peserta didik yang dilakukan secara kolaboratif dengan pendidik lain.
Dalam melakukan penilaian awal dan formatif guru tentu memperoleh banyak data dan informasi terkait capaian belajar peserta didik di kelasnya.
Namun, banyaknya data dan informasi tersebut tidak berarti apa-apa jika tidak menjadi bahan untuk mendukung peserta didik dalam pembelajaran agar dapat mencapai luaran pembelajaran yang diharapkan.
Di sinilah refleksi atas kemajuan belajar peserta didik diperlukan.
Tanpa refleksi oleh guru atas hasil belajar anak didiknya, maka data dan informasi tersebut tidak ada gunanya.
Pengertian Refleksi Kemajuan Belajar Pembelajaran Kurikulum Merdeka
Refleksi guru merupakan upaya untuk memastikan guru tahu betul capaian belajar anak didiknya dan berdasarkan pada refleksi tersebut guru melakukan intervensi untuk perbaikan proses pembelajaran, terutama untuk membantu peserta didik yang belum optimal atau belum dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan semula.
Satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menjalankan siklus penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang pada dasarnya merupakan panduan untuk proses perbaikan pembelajaran di kelas secara terus menerus (McKernan, 2008; Stringer et al., 2010).
Manfaat Refleksi Kemajuan Belajar Siswa
1. Refleksi sebagai Profesional Judgement Guru
Dengan pemahaman bahwa guru di kelas bukan hanya teknisi yang menyampaikan materi saja, melainkan
- subjek yang memiliki kapasitas intelektual untuk mengajar (pedagogical knowledge) anak didiknya pada mata pelajaran tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, termasuk juga
- memiliki kapasitas intelektual menguasai materi (content knowledge) yang di ajarkan kepada anak didiknya,
maka sudah sepatutnya guru memiliki kemampuan refleksi untuk memikirkan data dan informasi pembelajarannya di kelas sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan intervensi pembelajaran yang sesuai keperluan.
Inilah yang bernama sebagai pertimbangan atau putusan profesional seorang guru (professional judgement) (Qoyyimah et al., 2020) sebagaimana dokter mendiagnosa pasien, maka guru melakukan hal yang sama di kelas untuk peningkatan kualitas proses dan hasil belajar anak didiknya.
2. Refleksi sebagai Kunci Perubahan
Kunci dari upaya perubahan di kelas adalah adanya refleksi guru atas capaian pembelajaran di kelasnya.
Tanpa refleksi guru akan cenderung terjebak pada upaya untuk sekadar mengejar target penuntasan materi yang hendak di ajarkan dalam periode waktu belajar tertentu.
3. Refleksi sebagai Waktu Jeda mengamati dan Menganalisis
Refleksi merupakan waktu jeda bagi guru untuk mengamati dan menganalisis data dan informasi pembelajaran di kelas, baik yang berasal terutama dari hasil belajar siswa, maupun keseluruhan proses pembelajaran di kelas, termasuk antusiasme belajar siswa, keterlibatan (engagement) dan partisipasi belajar siswa (Shor, 1992).
Capaian belajar siswa yang perlu diperhatikan bukan hanya dalam ranah kognitif saja, melainkan juga keterampilan (skills) dan juga afektif atau sikap dan perilaku siswa.
4. Refleksi Kemajuan adalah Teaching Philosophy
Guru yang kuat refleksinya biasanya adalah guru yang memiliki dasar filosofi mengajar yang kuat (teaching philosophy) (Biesta et al., 2015; Wahyudin, 2017), yang juga paham tujuan pendidikan dalam konteks makro dan global, termasuk tujuan pendidikan nasional, tujuan kurikulum, hingga tujuan pembelajaran mata pelajaran atau jenjang yang ia ampu.
Dalam refleksi acuan-acuan fundamental tersebut menjadi dasar dan pegangan untuk melihat apakah pembelajaran di kelasnya sudah di jalan yang tepat atau belum untuk mencapainya.
Karakteristik Pembelajaran Kurikulum Merdeka
Keempat karakteristik pembelajaran Kurikulum Merdeka tersebut memfokuskan pada peserta didik sebagai subjek belajar yang harus
- Terlayani kebutuhan belajarnya, serta
- Terpahami latar sosial, budaya, dan ekonominya yang beragam.
Asesmen sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Dan menjadi komponen penting dalam memberikan masukan bagi pengembangan rencana pembelajaran guru di kelas, terutama melalui asesmen awal dan asesmen formatif.
Lebih lanjut, refleksi menjadi kunci perbaikan pembelajaran. Yakni dengan cara merefleksikan proses dan hasil belajar yang diperoleh dari asesmen-asesmen tersebut:
- apakah pembelajarannya sudah betul-betul di jalan yang benar dalam upaya melayani kebutuhan peserta didik yang beragam atau belum.
1. Konteks Pembelajaran Ukuran Belajar Siswa
Terlepas dari itu, konteks pembelajaran adalah hal yang tidak boleh diabaikan.
Kesadaran mengenai konteks merupakan kesadaran mengenai tempat di mana pendidikan berlangsung, baik dalam konteks global, regional, nasional, lokal, hingga mikro di sekolah dan ruang kelas (Bolt & Swartz, 1997).
Kesadaran mengenai konteks artinya menempatkan konteks sebagai hal yang harus digali dari siswa dan lingkungan sekolah, terutama melalui asesmen awal.
Tujuannya agar apa yang dipelajari oleh siswa bukan sesuatu hal yang mengawang-awang, melainkan siswa dapat mengaitkannya dengan konteks kehidupan di mana mereka berada.
a. Fenomena Sosial
Selain itu, konteks juga perlu dianalisis oleh guru. Caranya melihat fenomena sosial yang terjadi pada saat hendak mendesain atau merencanakan pembelajaran:
- peristiwa apa saja yang muncul,
- apa pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat, dan
- apa yang dapat dilakukan untuk menghadapinya.
Data dan informasi tersebut dapat diperbarui tiap awal semester, atau bahkan sepanjang semester, agar pembelajaran di kelas dapat selalu diupayakan untuk terkait dengan konteks.
Semangat Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum yang kontekstual (Bolt & Swartz, 1997), yakni yang perlu diadaptasikan dalam konteks sekolah, ditunjang oleh pembelajaran kontekstual (Johnson, 2002).
b. Produk Digital Tren Abad 21
Berikutnya, hal yang tidak boleh dilupakan adalah tren Abad 21 yang didominasi oleh lahirnya beragam produk-produk digital yang potensial digunakan dalam dunia pendidikan.
Selaras dengan teori konektivisme (Levin & Tsybulsky, 2017; Siemens, 2005) bahwa pembelajaran di masa sekarang tidak dapat dipisahkan dari teknologi, bahwa aktivitas belajar hampir selalu terkoneksi dengan teknologi sebagai tempat kita menyimpan informasi, mengolahnya, mengaksesnya, bahkan mereproduksinya menjadi pengetahuan-pengetahuan baru lainnya.
Belajar dari upaya darurat di masa pandemi Covid-19 ketika banyak sekolah dipaksa menggunakan produk-produk teknologi pendidikan untuk belajar jarak jauh.
Terlepas dari kendala infrastruktur dan kurangnya kompetensi dalam penggunaan, ternyata menyadarkan potensi teknologi digital dalam menunjang pembelajaran.
Lingkungan belajar virtual yang dikembangkan dalam bentuk
- Learning Management System (LMS),
- layanan Chatbot,
- media sosial,
- saluran-saluran YouTube,
- hingga beragam Artifical Intelleigence (AI)
Produk digital tersebut sangat potensial menunjang pembelajaran dan patut dipertimbangkan untuk diintegrasikan dalam pembelajaran.
Tentu saja guru juga perlu mengetahui potensi negatifnya, termasuk isu- isu terkait etika dan sejenisnya. (Gilster, 1997. Martin, 2008. Pianfetti, 2001).
2. Pengembangan Metode Pembelajaran Pasca Refleksi Kemajuan Belajar Siswa
Tidak terdapat hal khusus yang perlu dikenalkan di sini. Melainkan Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan bagi guru dengan professional judgement-nya untuk menganalisis.
Kemudian menentukan untuk menggunakan atau mengembangkan
- pendekatan pembelajaran,
- strategi pembelajaran,
- metode pembelajaran,
- model-model pembelajaran, juga
- desain pembelajaran,
- media pembelajaran,
- sumber belajar, dan
- lingkungan belajar tertentu.
Sepanjang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran, maka guru berhak untuk mengembangkan dan menggunakannya dalam pembelajarannya secara merdeka.
Teacher Agency
Upaya untuk membangun kemampuan profesionalisme guru dalam menilai, menganalisis, dan mengambil putusan-putusan didaktik-pedagogik perlu berjalan.
Setidaknya agar guru memiliki apa yang oleh para pakar sebagai teacher agency (Poulton, 2020; Priestley, 2013, 2015).
Atau daya gerak guru atau kemampuan guru bergerak atau melakukan inisiatif-inisiatif perubahan sebagaimana terjadi di program Guru Penggerak.
Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024