Prinsip Implementasi Kurikulum Merdeka Sesuai Tahap Kesiapan

KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada Implementasi Kurikulum Merdeka membahas tentang Prinsip Implementasi Kurikulum Merdeka Sesuai Tahap Kesiapan

Prinsip Implementasi Kurikulum Merdeka Sesuai Tahap Kesiapan.

Merujuk kembali pada teori sensemaking, para pendidik, kepala satuan pendidikan, dan juga pemerintah daerah akan memaknai kurikulum berdasarkan keyakinan mereka tentang pembelajaran serta peran mereka dalam mendukung pembelajaran, nilai-nilai, kognisi dan kompetensi (mikrosistem), situasi dan konteks satuan pendidikan (mesosistem), dan konteks yang dipengaruhi juga oleh sistem budaya secara umum (makrosistem) (OECD, 2020).

Oleh karena itu, proses penyesuaian kebijakan dengan situasi guru pasti akan selalu terjadi (Ball et al., 2012; Honig, 2006; Spillane, 2004).

Pertanyaannya adalah apakah proses pembelajaran yang dilakukan satuan pendidikan dan pendidik ini akan diperhatikan, difasilitasi oleh pemerintah atau akan diabaikan saja, dibiarkan menjadi suatu dinamika yang terjadi di tingkat lokal/daerah?

Berbagai studi secara konsisten merekomendasikan adanya penyesuaian strategi implementasi dari pusat dengan kompleksitas di tingkat lokal (Bryk dkk., 2015; Honig, 2006; Wilcox, 2017).

Dalam situasi yang demikian dan kompleksitas situasi yang berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, implementasi yang seragam (one-size-fits-all atau satu ukuran untuk semua) bukanlah strategi yang ideal (Bryk dkk., 2015).

Kesiapan satuan pendidikan yang beragam membutuhkan proses implementasi yang berbeda pula. Membiarkan satuan pendidikan dan pendidik untuk menginterpretasikan kebijakan tanpa difasilitasi pemerintah bukanlah strategi yang efektif untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh lepas tangan dan merasa cukup dengan memberikan sosialisasi dan pelatihan yang top down dan dengan frekuensi yang sedikit.

Implementasi kurikulum serta proses pemaknaan kebijakan pada hakikatnya adalah proses belajar. Namun, kali ini yang belajar bukanlah peserta didik melainkan satuan pendidikan, pendidik, dan juga pemerintah daerah. Seperti halnya peserta didik yang menjadi pusat dari proses belajar di kelas, guru juga perlu menjadi pusat dari implementasi kurikulum (Drake dan Sherin, 2006).

Prinsip pembelajaran sesuai dengan tahap capaian peserta didik (teaching at the right level) juga perlu diberlakukan dalam proses implementasi yang sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan dan guru (implementation at the right level). Strategi implementasi kurikulum yang memperhatikan kebutuhan guru untuk mempelajari dan memaknainya tidak saja akan membantu peserta didik belajar lebih baik, tetapi juga membantu guru belajar secara mendalam terkait kebijakan kurikulum sehingga mereka dapat menerapkannya dengan lebih baik dan bertahan lama (sustainable) (Ball & Cohen, 1996; Drake & Sherin, 2006).

Dengan menempatkan guru sebagai pusat implementasi kurikulum, strategi implementasi suatu kebijakan perlu secara jelas menyatakan perubahan praktik dan perilaku apa saja yang diharapkan dari guru (Fullan, 2007).

Hal ini serupa dengan prinsip pembelajaran di mana guru menentukan tujuan pembelajaran untuk peserta didik mereka. Maka, untuk mendukung proses implementasi sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan dan pendidik, perlu dibuat tahapan-tahapan pembelajaran sebagaimana guru membuat alur pembelajaran untuk peserta didik mereka.

Tahapan implementasi ini dapat menjadi rujukan bagi satuan pendidikan dan guru untuk menentukan target yang mereka perlu capai ketika baru mulai belajar untuk mengimplementasikan kurikulum berdasarkan kesiapan mereka.

Kejelasan (clarity) tentang target-target perubahan ini akan membantu proses implementasi kurikulum (Fullan, 2007), sekaligus menjelaskan perubahan apa yang dapat didukung oleh pimpinan satuan pendidikan dan pemerintah daerah.

Clarity atau Kejelasan tentang perubahan perilaku yang diharapkan dari masing-masing pihak yang mengimplementasikan kebijakan akan mendorong proses implementasi yang lebih efektif (OECD, 2019; Fullan, 2007). Tabel 4.1 menunjukkan contoh tahapan implementasi yang dapat digunakan oleh satuan pendidikan dan/atau pemerintah serta organisasi atau lembaga yang berperan dalam mendukung implementasi kurikulum di satuan pendidikan dan daerah.

Aspek-aspek pelaksanaan Kurikulum Merdeka dalam Tabel 4.1 tidak disampaikan secara lengkap dalam Kajian Akademik ini, dan disampaikan dalam dokumen terpisah sebagai panduan untuk satuan pendidikan dan pendidik.

Tabel 5.1. Implementasi Kurikulum Merdeka Berdasarkan Tahap Kesiapan Satuan Pendidikan dan Pendidik12

AspekTahap 1Tahap 2Tahap 3Tahap 4
Pengembangan kurikulum operasional satuan pendidikanMembuat penyesuaian kecil terhadap contoh dokumen kurikulum satuan pendidikan yang disediakan oleh KemdikbudMengembangkan kurikulum satuan pendidikan berdasarkan contoh dokumen kurikulum satuan pendidikan yang disediakan oleh KemdikbudMengembangkan kurikulum satuan pendidikan berdasarkan contoh dari Kemendikbud dan berbagai referensi lain, termasuk menstruktur pembelajaran sesuai visi-misi, kebutuhan serta minat murid, konteks sekolah dan lingkunganMengembangkan kurikulum satuan pendidikan yang kontekstual dan sesuai aspirasi komunitas sekolah, termasuk menstrukturkan pembelajaran sesuai visi-misi dan konteks sekolah, dengan melibatkan perwakilan murid, orang tua, dan masyarakat
Penggunaan perangkat ajarMenggunakan buku teks dan modul ajar sebagai sumber utama pengajaran dan perangkat ajar lainnya sebagai referensi tambahan       *Untuk PAUD, buku teks merujuk pada 6 buku guru.Guru bisa memilah dan memilih materi dari buku teks dan perangkat ajar lainnya supaya sesuai konteks lokal dan kebutuhan siswaPembelajaran di beberapa mata pelajaran/muatan pembelajaran bervariasi antara menggunakan buku teks pelajaran dan perangkat ajar lainnya, berdasarkan keputusan logis guru   Sebagian guru menambah referensi dari sumber lain yang tervalidasi, selain dari Kemendikbud   Sebagian guru mampu membuat perangkat ajarnya sendiriPembelajaran bervariasi antara menggunakan buku teks pelajaran dan perangkat ajar lainnya yang diperoleh dari berbagai sumber yang tervalidasi, berdasarkan keputusan logis guru dan merujuk pada tujuan pembelajaran   Sebagian besar guru mampu membuat perangkat ajarnya sendiri yang kontekstual dan membagikannya ke komunitas belajar dan atau secara daring dalam aplikasi Kemendikbud
Projek Profil Pelajar PancasilaTim guru membuat penyesuaian kecil terhadap modul projek yang disediakan oleh KemdikbudTim guru membuat penyesuaian terhadap modul projek yang disediakan oleh Kemdikbud sesuai kesepakatan tim guru yang memfasilitasi projekTim guru menggunakan modul projek yang disediakan oleh Kemdikbud sebagai referensi untuk mengembangkan modul yang lebih kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan dan minat siswaTim guru menggunakan modul projek yang disediakan oleh Kemdikbud sebagai referensi untuk mengembangkan modul yang kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.   Siswa dan/atau masyarakat (misalnya komunitas atau organisasi peduli pendidikan) terlibat dalam perancangan projek.   Rancangan projek disebarkan melalui aplikasi daring Kemdikbud untuk guru/sekolah lain
Dan seterusnya    
Dikembangkan oleh Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan dan INOVASI dan diserahkan kepada Kemendikbudristek pada tahun 2021 sebagai rekomendasi implementasi kurikulum dalam Program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan.

Keterangan Kesiapan Implementasi Kurikulum Merdeka

Tabel 5.1 tidak memuat seluruh aspek, hanya diperlihatkan sebagai contoh. Dokumen lengkap dipublikasikan melalui situs resmi Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek

Tahapan-tahapan implementasi dalam Tabel 5.1 adalah salah satu contoh dukungan implementasi kurikulum yang “ketat secara tujuan, dan longgar secara strategi implementasi”, yang makin banyak digunakan di berbagai negara (OECD, 2020; Wilcox dkk., 2017).

Strategi ini dipilih dengan didasari pada pentingnya memberikan kendali pada satuan pendidikan dan guru untuk menyesuaikan dengan konteks dan kesiapan masing-masing, selama implementasi tersebut mengarah ada tujuan yang selaras atau sebangun (kongruen).

Artinya, satuan pendidikan dapat mulai mengimplementasikan pada tahap yang lebih rendah dibandingkan dengan satuan pendidikan lain, namun pelaksanaannya tetap berpegang pada prinsip-prinsip perancangan kurikulum yang berlandaskan pada filosofi Merdeka Belajar dan mengarah pada penguatan kompetensi dan karakter yang telah ditetapkan.


Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024

Loading