KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada muatan pembelajaran intrakurikuler di struktur kurikulum merdeka membahas tentang Kebijakan Pemilihan Mata Pelajaran di SMA dan SMK Kurikulum Merdeka
Kebijakan Pemilihan Mata Pelajaran di SMA dan SMK dan Kebijakan di Kurikulum Merdeka
Alasan Pemilihan Mata Pelajaran di SMA dan SMK di Kurikulum Merdeka
Memberikan pilihan terkait mata pelajaran kepada satuan pendidikan dan peserta didik merupakan salah satu strategi yang dianjurkan untuk menghindari kepadatan kurikulum dan sejalan dengan prinsip fleksibilitas (OECD, 2020a).
1. Spirit Merdeka Belajar
Dalam Kurikulum Merdeka, memberikan pilihan mata pelajaran juga mencerminkan semangat Merdeka Belajar yang memberikan fleksibilitas dan otonomi lebih besar kepada satuan pendidikan dan peserta didik. Pilihan ini juga makin menguatkan wewenang satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan konteks, karakteristisk, serta kebutuhan belajar peserta didik.
2. Strategi Pembelajaran Sepanjang Hayat
Dari perspektif teori belajar (Eggen & Kauchak, 2016; Woolfolk, 2017), memberikan pilihan kepada peserta didik merupakan strategi untuk membangun kompetensi untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner). Dengan memilih, peserta didik belajar untuk memegang kendali atas proses belajarnya secara mandiri, termasuk menentukan tujuan personal, memotivasi diri untuk belajar, menyusun strategi, dan berperilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.
3. Belajar Secara mandiri
Woolfolk (2017) menekankan bahwa choice, atau kesempatan untuk menentukan pilihan, adalah hal yang sangat penting dalam membangun kemampuan belajar secara mandiri (self-regulated learning). Dengan demikian, kurikulum perlu memberikan kesempatan untuk memilih kepada peserta didik sesuai dengan minat, bakat, dan aspirasi masing-masing.
Mata Pelajaran Pilihan di Kurikulum Merdeka
Beberapa mata pelajaran perlu menjadi mata pelajaran wajib atas pertimbangan perannya dalam mencapai Tujuan Pendidikan Nasional, membangun jati diri bangsa, serta perannya dalam mengembangkan kompetensi yang fundamental untuk hidup secara produktif sebagai warga negara (Porter & Polikoff, 2008).
Atas pertimbangan tersebut, dalam Kurikulum Merdeka beberapa mata pelajaran diwajibkan di seluruh jenjang dan jenis pendidikan, sementara beberapa mata pelajaran, terutama di SMA/MA, dapat menjadi pilihan yang disesuaikan dengan minat, bakat, aspirasi, serta kemampuan peserta didik.
Pemilihan mata pelajaran oleh peserta didik diatur berdasarkan beberapa disiplin ilmu. Dalam Kurikulum Merdeka, peserta didik SMA/MA menentukan pilihan mata pelajaran yang terdapat dalam disiplin ilmu MIPA, IPS, Bahasa, dan Prakarya & Vokasi, dan memungkinkan satuan pendidikan mengembangkan mata pelajaran lainnya dan dari disiplin ilmu lainnya sesuai sumber daya yang tersedia.
Sistem Penjurusan dan Peminatan di SMA
Menelusuri sejarah sistem penjurusan/ peminatan di jenjang SMA sejak setelah kemerdekaan Republik Indonesia, sistem ini telah diterapkan dengan menggunakan tipologi yang sama, yaitu disiplin ilmu yang pada umumnya dibagi menjadi jurusan/kelompok atau program peminatan: Bahasa, IPA (atau disebut sebagai Ilmu Pasti dan Ilmu Alam pada Kurikulum 1950), dan IPS.
Sejarah Sistem Penjurusan dan Peminatan di SMA
No | Kurikulum | Peminatan |
---|---|---|
1 | 1950 | SMA dikategorikan menjadi 3 bagian, SMA jurusan A (Bahasa), SMA jurusan B (Ilmu Pasti dan Ilmu Alam), dan SMA jurusan C (Ilmu Sosial |
2 | 1952 | Penjurusan dimulai kelas 10 Dikategorikan menjadi 3 bagian: 1) SMA Jurusan A (Sastra) 2) SMA Jurusan B (ilmu Pasti dan Ilmu Alam) 3) SMA jurusan C (Yuridis-ekonomi) |
3 | 1961 | Penjurusan dimulai kelas 11 Dikategorikan menjadi 4 program penjurusan 1) budaya 2)Sosial 3) Ilmu Pasti 4) Ilmu Pengetahuan |
4 | 1964 | Terdapat 4 jurusan 1) budaya 2)Sosial 3) Ilmu Pasti 4) Ilmu Pengetahuan |
5 | 1968 | Penjurusan dimulai kelas 10 semester 2, dibagi menjadi 3 program penjurusan 1) IPA 2) IPS 3) Bahasa |
6 | 1975 | Penjurusan dimulai kelas 10 semester 2, dibagi menjadi 3 program penjurusan 1) IPA 2) IPS 3) Bahasa |
7 | 1984 | Program pilihan dimulai saat naik ke kelas 11 Jurusan dinyatakan dalam program A dan B A1 penekanan pada fisika A2 penekanan pada Biologi A3 penekanan pada Ekonomi A4 penekanan pada Bahasa dan Budaya B penekanan pada keterampilan kejuruan |
8 | 1994 | Penjurusan dimulai di kelas 12 Dibagi menjadi 3 program yaitu IPA, IPS, dan Bahasa |
9 | 2004 | Penjurusan dimulai di kelas 11 Dibagi menadji 3 program yaitu ilmu alam, sosial, dan bahasa |
10 | 2006 | Penjurusan dimulai di kelas 11 Dibagi menjadi 3 program yaitu IPA, IPS, dan Bahasa |
11 | 2013 | Penjurusan dimulai di kelas 10 Dibagi menjadi 3 program yaitu IPA, IPS, dan Bahasa |
12 | Kurikulum Merdeka | Pemilihan mata pelajaran dari kelompok mata pelajaran pilihan dimulai di kelas 11 SMA atau SMK Peserta dapat memilih 4-5 mata pelajaran dari 7 mata pelajaran yang disediakan satuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan |
Keterangan
Perubahan kurikulum nasional dari waktu ke waktu tidak banyak mengubah tipologi ini meskipun ada pembagian yang lebih detail, misalnya pada
- Kurikulum 1984 yang memisahkan antara penekanan pada mata pelajaran Fisika (program A1) dan Biologi (program A2) dari disiplin ilmu pengetahuan alam. Mekanisme pemilihannya juga sama, yaitu setiap individu mengikuti satu program. Setiap program memiliki jalur masing-masing, dan peserta didik tidak dapat belajar lintas jalur.
- Dalam Kurikulum 2013, peserta didik boleh mengambil mata pelajaran lintas minat, namun pada hakikatnya mereka tetap dikategorikan masuk dalam salah satu program peminatan.
Sebagai contoh, peserta didik dari program IPA dapat mengikuti satu mata pelajaran dari program IPS. Namun demikian, peserta didik tersebut tetap dianggap sebagai Peserta didik program IPA.
a. Dampak Sistem Penjurusan (Tracking System) di SMA dan SMK
Indonesia memiliki sejarah panjang menerapkan sistem jalur (tracking system) pada jenjang SMA. Setelah peserta didik berada di suatu jalur (track) IPA, IPS, atau Bahasa, maka sulit bagi mereka untuk berpindah jalur. Akibatnya, program peminatan yang dipilih peserta didik (atau dipilihkan untuknya) dapat berdampak panjang hingga program studi yang dapat mereka akses di perguruan tinggi.
Istilah tracking system merupakan metode yang digunakan untuk mengelompokkan peserta didik menurut kemampuannya, yang biasanya dinilai melalui laporan hasil belajar, tes, atau bahkan persepsi dirinya tentang kemampuannya (Arum, Beattie, & Ford, 2015).
Meskipun program peminatan selama ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk menentukan pilihan jalur yang akan mereka tempuh, namun sering kali proses seleksi dilakukan oleh sekolah karena peminat suatu program, biasanya IPA, terlalu banyak. Proses seleksi inilah kemudian yang secara empiris menjadikan program peminatan serupa dengan tracking system.
Sistem jalur yang diterapkan di banyak negara pada jenjang SMA melestarikan kesenjangan kesempatan pendidikan antarpeserta didik di sekolah sebab jalur-jalur tersebut pada kenyataannya tidak bernilai setara (Oakes cit. Arum dkk., 2015).
b. Dampak Sistem Peminatan di SMA dan SMK
Dalam konteks Indonesia, jalur atau peminatan IPA cenderung dinilai lebih baik daripada yang lain, dan hal ini bukan saja oleh peserta didik dan orang tua, tetapi juga oleh perguruan tinggi.
Untuk masuk ke perguruan tinggi, lulusan dari peminatan IPA memiliki lebih banyak peluang untuk memilih program studi dan perguruan tinggi yang dituju (misalnya syarat masuk ke Akademi Militer adalah lulusan dari program peminatan IPA), diikuti dengan lulusan dari IPS, kemudian yang paling terbatas opsinya adalah lulusan dari Bahasa. Hal inilah yang mendorong kesenjangan kesempatan pendidikan karena jalur yang dipilih peserta didik, ataupun terpaksa ditempuh oleh peserta didik sebagai konsekuensi adanya seleksi, memengaruhi kesempatan belajar mereka berikutnya.
Sistem jalur (tracking system) juga dikritik dapat membuat peserta didik merasa kemampuan akademiknya rendah. Akibatnya, terbangun pola pikir yang tidak bertumbuh (fixed mindset), yaitu percaya bahwa dirinya tidak dapat mencapai prestasi akademik sebagaimana teman-temannya di program peminatan yang dianggap lebih baik atau lebih bergengsi. Mereka yang tidak masuk program IPA kemudian merasa dirinya tidak berbakat Matematika, padahal kompetensi tersebut sebenarnya dapat dibangun (OECD, 2021).
b. Sistem Peminatan Mata Pelajaran
Di sisi lain, peminatan merupakan pengembangan kurikulum yang memberikan fleksibilitas untuk peserta didik usia remaja yang sudah mulai mengeksplorasi minat, bakat, dan aspirasi mereka. Mereka mulai perlu mendalami bidang-bidang ilmu yang ingin mereka tekuni. Artinya, menghilangkan peminatan di jenjang SMA bukanlah opsi yang sejalan dengan prinsip pengembangan Kurikulum Merdeka yang fleksibel dan fokus pada kompetensi dan karakter. Oleh karena itu, dalam Kurikulum Merdeka peminatan ini tidak dihapuskan, namun sistemnya yang diubah.
c. Perbedaan Sistem Peminatan dan Pemilihan Mata Pelajaran
Dalam Kurikulum Merdeka, peminatan dimulai pada kelas XI, berbeda dengan Kurikulum 2013, namun serupa dengan beberapa kurikulum nasional sebelumnya, misalnya Kurikulum 1984, Kurikulum 2004, dan Kurikulum 2006 (lihat Gambar 4.3.). Hal ini memberikan kesempatan untuk peserta didik terus mengeksplorasi minat, bakat, kemampuan, dan aspirasinya selama di SMA tanpa harus terburu-buru mengambil keputusan segera sebelum masuk SMA. Pada Kurikulum Merdeka, peserta didik memilih mata pelajaran pilihan sesuai dengan motivasi dirinya (minat, bakat, dan kemampuannya).
Bedanya dengan kurikulum-kurikulum nasional sebelumnya, dalam Kurikulum Merdeka peminatan tidak lagi menjadi program yang tersekat-sekat. Peserta didik memilih empat sampai lima mata pelajaran dari tujuh mata pelajaran yang disediakan oleh satuan pendidikan minimal dari dua kelompok mata pelajaran pilihan. Dengan kata lain, peserta didik tidak lagi memilih program melainkan memilih mata pelajaran, maka tidak ada lagi track atau jalur dimana peserta didik dikelompokkan.
d. Sistem Pemilihan Mata Pelajaran di SMK/MAK
Perubahan juga terjadi di SMK/MAK dan sederajat pada kelas XI dan XII. Peserta didik dapat memilih mata pelajaran pilihan berdasarkan renjana (passion) untuk pengembangan diri, baik untuk berwirausaha, bekerja pada bidangnya, maupun melanjutkan pendidikan. Mata pelajaran pilihan pada jenjang SMK dipelajari pada kelas XI dan XII dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran per minggu pada kelas XI dan 6 jam pelajaran per minggu pada kelas XII. Mata pelajaran pilihan SMK meliputi pendalaman mata pelajaran konsentrasi keahlian, pilihan mata pelajaran lintas konsentrasi keahlian, pendalaman mata pelajaran akademik, dan pendalaman mata pelajaran pilihan di SMA/MA.
e. Dampak Pemilihan Mata Pelajaran
Dengan adanya keleluasaan untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya, peserta didik diharapkan dapat bertanggung jawab pada pilihannya.
Keleluasaan memilih di sini juga diharapkan akan membuat peserta didik untuk makin terampil dalam mengoptimalkan potensi diri yang dimiliki dan dapat menyelesaikan setiap capaian pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran pilihan yang Dipilihnya
Kurikulum yang memberikan kesempatan peserta didik untuk memilih perlu dirancang dengan memperhatikan kesiapan satuan pendidikan serta karakteristik mata pelajaran. Memberikan pilihan mata pelajaran yang lebih beragam tentu membutuhkan sumber daya manusia guru serta infrastruktur yang lebih besar.
Selain itu, sistem pemilihan mata pelajaran juga perlu dibangun di setiap sekolah dan guru, terutama guru BK yang diharapkan memainkan peranan baru dalam memfasilitasi peserta didik untuk pemilihan mata pelajaran ini. Hal ini bukan perubahan yang sederhana, oleh karena itu pemerintah memberikan dukungan kepada satuan pendidikan, salah satunya dengan memberikan beberapa contoh- kebijakan dan panduan mekanisme pemilihan mata pelajaran yang dapat diadaptasi dan diadopsi oleh sekolah-sekolah, atau menjadi inspirasi bagi mereka dalam mengembangkan sistem tersebut.
Pemilihan Mata Pelajaran SMA dan Perancangan Kurikulum
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan struktur kurikulum secara umum selaras dengan prinsip perancangan kurikulum, di mana struktur kurikulum melanjutkan upaya yang telah dimulai pada kurikulum-kurikulum nasional sebelumnya yaitu fokus pada kompetensi dan karakter, fleksibel, merujuk pada hasil kajian, dan sedapat mungkin sederhana agar dapat diimplementasikan sesuai dengan kesiapan pendidik dan satuan pendidikan. Sesuai juga dengan prinsip perancangan kurikulum, apabila perubahan yang dibutuhkan adalah perubahan yang kompleks, maka opsi yang dipilih bukanlah menghindarinya, namun memberikan bantuan kepada pendidik untuk secara bertahap dapat mengimplementasikannya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu bergotong royong dengan pendidik, satuan pendidikan, dan masyarakat untuk mengembangkan contoh-contoh yang memandu pendidik untuk mengimplementasikan kurikulum ini. Di antara contoh-contoh yang dibutuhkan adalah beragam contoh projek penguatan profil pelajar Pancasila dan mekanisme pengaturan pemilihan mata pelajaran di SMA yang merupakan komponen yang baru dalam struktur Kurikulum Merdeka.
Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024