MadrasahDigital.Com. Karakteristik asesmen pendidikan dapat dibedakan berdasarkan tujuan, target, dan cakupan yang yang ingin dinilai.
Karakteristik Asesmen Pendidikan
Asesmen dengan karakteristik yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan yang berbeda dapat dilihat di tabel berikut
Komponen | Evaluasi siswa formatif | Evaluasi siswa sumatif | Evaluasi sistem |
Tujuan penggunaan hasil asesmen | Mendorong dan memantau kemajuan belajar siswa | Menilai hasil belajar siswa selama periode waktu tertentu | Mendorong, memantau kemajuan, dan menilai efektivitas kebijakan atau intervensi |
Target inferensi | Individu siswa | Individu siswa | Kelompok atau populasi |
Tingkat kedetilan inferensi | Topik, konsep, atau dimensi kompetensi yang spesifik | Kumpulan topik/konsep dan kompetensi yang lebih menyeluruh | Topik/dimensi spesifik sampai dengan kompetensi yang lebih menyeluruh |
Pelaporan hasil asesmen | Informal kepada siswa | Informal dan formal kepada siswa, orangtua, dan sekolah | Formal kepada sekolah, dinas pendidikan, dan publik |
Kecepatan pelaporan | Segera (immediate) setelah asesmen dilakukan sebagai bagian dari aktivitas belajar mengajar | Cepat namun tidak harus segera (immediate) | Bisa lebih lambat |
Komparabilitas hasil asesmen | Antarwaktu (secara kualitatif) | Antarwaktu dan antarsiswa (secara kualitatif) di kelas atau sekolah yang sama | Antarwaktu dan antarkelompok/populasi secara kuantitatif |
Cakupan domain dan kompetensi | Sempit/spesifik, sesuai keperluan dalam proses belajar-mengajar | Sempit sampai luas, sesuai dengan kurikulum yang digunakan (bisa berbeda antarguru dan sekolah) | Menengah, hanya mencakup domain dan kompetensi yang dipandang perlu dipelajari oleh semua siswa dan sekolah |
Sifat instrumen dan skoring | Cenderung tidak terstandar | Tidak harus terstandar, sesuai situasi dan kebutuhan siswa | Harus terstandar |
Sifat pelaksanaan | Cenderung tidak terstandar | Bisa namun tidak harus terstandar | Harus terstandar |
Pelaksana asesmen | Guru | Guru | Pihak eksternal sekolah |
Pemerintah Pusat dan Evaluasi Sistem
Dari perspektif pemerintah pusat, evaluasi sistem mensyaratkan asesmen berskala besar yang hasilnya bisa digunakan untuk membandingkan skor antarkelompok siswa, antarsekolah, antardaerah, dan antarwaktu secara objektif.
Untuk itu, diperlukan instrumen terstandar yang diadministrasikan dan diskor secara terstandar pula. Sebagai konsekuensinya, asesmen seperti ini biasanya dijalankan secara terpusat dengan sistem pelaporan yang terjadwal.
Sistem pengolahan terpusat tersebut – pada kasus Ujian Nasional, ditambahkan dengan kebutuhan cepat agar nilai dapat digunakan untuk proses seleksi masuk sekolah – berdampak pada pilihan proses yang lebih mudah dan hemat waktu.
Instrumen didominasi oleh soal-soal yang dapat diskor secara otomatis (seperti soal pilihan ganda).
Yang juga penting digarisbawahi ialah asesmen untuk evaluasi sistem tidak harus dilakukan untuk tiap siswa, karena inferensi atau kesimpulan yang hendak diambil ada pada level populasi (kelompok siswa di sebuah sekolah, daerah, dst).
Karakteristik dan Fungsi Evaluasi Siswa
Evaluasi siswa memerlukan asesmen dengan karakteristik yang berbeda dari asesmen skala besar.
UU Sisdiknas menyebutkan beberapa fungsi evaluasi siswa. Fungsi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua: formatif dan sumatif (lihat kolom kedua dan ketiga pada Tabel 2).
- Evaluasi lebih bersifat formatif ketika dimaksudkan untuk memfasilitasi kemajuan belajar (prospektif).
- Evaluasi lebih bersifat sumatif ketika hasilnya digunakan untuk menilai pencapaian siswa setelah menjalani proses dalam periode waktu tertentu (retrospective).
a. Asesmen Formatif dan Kemajuan Belajar
Jika dimaksudkan untuk memfasilitasi kemajuan belajar, maka hasil asesmen perlu segera diketahui dan dikomunikasikan pada siswa. Karena tiap siswa memiliki titik awal dan kecepatan belajar yang berbeda, instrumen dan cara pelaksanaan asesmen yang sesuai juga bisa berbeda untuk tiap siswa.
Dengan kata lain, asesmen seperti ini tidak selalu cocok dilakukan dengan instrumen yang terstandar. Pelaksanaannya juga tidak harus terstandar dan formal. Apa yang dinilai juga cenderung spesifik: pemahaman konsep atau keterampilan spesifik, sesuai dengan apa yang sedang dipelajari oleh siswa.
b. Asesmen Sumatif dan Penilaian Akhir
Jika dimaksudkan sebagai penilaian sumatif, asesmen perlu dirancang untuk mencakup semua bagian dari kurikulum.
Meski demikian, ini tidak berarti asesmen harus dilakukan secara terstandar. Kompetensi yang sama bisa ditunjukkan dengan cara yang berbeda antarsiswa.
Misalnya, sebagian siswa mungkin yang lebih nyaman menunjukkan pemahamannya melalui tanya jawab atau melalui representasi visual semacam mind map daripada tes tertulis.
Selain itu, kurikulum satu sekolah belum tentu sepenuhnya sama dengan kurikulum sekolah lain. Variasi antarindividu dan antarsekolah ini sulit ditangkap oleh tes terstandar, apalagi jika pengadministrasian dilakukan terstandar secara nasional.
Peran Guru dalam Evaluasi Siswa
Uraian ini menunjukkan bahwa – sejalan dengan UU Sisdiknas – evaluasi siswa memang seharusnya menjadi ranah kerja dan tanggung jawab guru. Hanya guru yang memiliki akses untuk melakukan asesmen guna mendiagnosis kebutuhan belajar siswa secara individual.
Hanya guru yang dapat mengumpulkan informasi yang cukup komprehensif untuk menilai pencapaian belajar siswa selama satu periode waktu.
a. Tantangan Guru dalam Evaluasi Siswa
Tantangan bagi Indonesia ialah memastikan guru-guru kita memiliki kompetensi penilaian yang memadai untuk mampu
- memilih model penilaian yang tepat,
- menyusun instrumen penilaian,
- mengolah hasil, kemudian
- memaknai hasil penilaian tersebut sebagai informasi untuk perbaikan pembelajaran.
b. Keterbatasan UN dan USBN
Sebuah tes terstandar dari pihak eksternal (seperti UN dan USBN) tidak akan mampu
- memberikan diagnosa kondisi siswa secara utuh (kognitif, afektif, karakter dan psikomotorik) dan
- memberikan umpan balik perbaikan pembelajaran yang disesuaikan (tailored) terhadap kondisi individu siswa.
Kesimpulan Asesmen Sistem dan Asesmen Siswa
Catatan tentang karakteristik Asesmen Pendidikan, Ringkas kata, evaluasi sistem dan evaluasi siswa memerlukan sistem asesmen yang berbeda.
Saat ini UN memang sudah tidak lagi menjadi syarat kelulusan, namun masih digunakan sebagai instrumen untuk mengevaluasi individu siswa. UN digunakan juga sebagai alat proses seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Hal ini tentunya kurang tepat, namun tidak dapat dipungkiri alat seleksi diperlukan. Maka menyikapi hal tersebut, perlu dilakukan pemetaan sistem penilaian secara utuh untuk mengakomodir beragam fungsi:
- diagnosis perbaikan pembelajaran,
- pemantauan mutu,
- seleksi,
- kelulusan (pemberian kredensial), ataupun
- benchmarking.
Asesmen perlu ditempatkan kembali (re-positioning) sesuai fungsinya, agar tidak lagi terjadi pencampuran fungsi penilaian antara evaluasi sistem dan individu siswa.
Sebelum memberi rekomendasi sistem asesmen yang komprehensif untuk menjawab kebutuhan beragam fungsi penilaian, laporan ini mengulas pengalaman reformasi kebijakan dan sistem asesmen di beberapa negara.