Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Implementasi Kurikulum Merdeka di Naskah Akademik

KurikulumMerdeka2024. Naskah Akademik Kurikulum Merdeka pada implementasi kurikulum merdeka membahas tentang Dukungan Kebijakan Pemerintah Terhadap Implementasi Kurikulum Merdeka,

Dukungan Kebijakan Pemerintah Terhadap Implementasi Kurikulum Merdeka di Naskah Akademik

Implementasi kurikulum (termasuk kurikulum merdeka) di berbagai negara selalu membutuhkan dukungan besar dari pemerintah (kebijakan). Dukungan tersebut bentuknya beragam, mulai dari mengembangkan silabus, menyediakan platform untuk guru-guru agar dapat berbagi, hingga jaringan nasional untuk diskusi publik antarpraktisi serta sistem data pendidikan yang mutakhir.

Misalnya di Australia, pemerintah menyediakan bahan- bahan pendukung kurikulum sekolah, silabus, dan platform bernama Scootle yang dibuat sebagai tempat saling berbagi yang mana guru-guru dapat mengunggah, melihat, dan mengunduh modul ajar (Drabsch, 2013).

Sedangkan di Wales, ada jaringan nasional untuk melaksanakan serangkaian diskusi publik yang melibatkan berbagai praktisi pendidikan. Hasil serangkaian diskusi publik ini kemudian digunakan oleh pemerintah untuk menetapkan strategi lanjutan dan pelibatan kerja sama mitra (Welsh Government, 2021).

Selanjutnya di Denmark, terdapat gudang data yang menyediakan statistik pendidikan untuk memantau kualitas sekolah dan menerbitkan laporan tertulis setiap tahunnya. Hasil dari laporan ini digunakan untuk dialog berkelanjutan antara pemerintah, pemerintah kota, dan pemangku kepentingan lain yang terlibat dalam pengembangan sekolah (Gouedard, 2021).

Serupa dengan dukungan pemerintah di negara-negara tersebut, Kemendikbudristek pun memberikan dukungan (Kebijakan) yang komprehensif untuk membantu satuan pendidikan dan pendidik mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Kemendikbudristek menggalakkan enam dukungan untuk implementasi Kurikulum Merdeka, antara lain

  1. penguatan terhadap komunitas belajar di sekolah,
  2. penyediaan aplikasi belajar dan berbagi melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM),
  3. sosialisasi dan berbagi praktik baik melalui seri webinar,
  4. menyediakan daftar narasumber berbagi praktik baik (NSBPB) yang dapat dimanfaatkan oleh satuan pendidikan di daerah,
  5. mendorong peran mitra pembangunan untuk membantu satuan pendidikan dalam implementasi kurikulum, dan
  6. menyediakan layanan bantuan (helpdesk) yang terbuka dan mudah dapat diakses oleh satuan pendidikan (terkait dengan dukungan ini,

lebih lanjut dijelaskan di bagian berikutnya).

    Penyelarasan kebijakan yang berkaitan dengan kurikulum yang baru (merdeka) merupakan langkah implementasi yang sangat penting, bahkan mungkin merupakan agenda yang paling utama untuk dilakukan oleh pemerintah pusat.

    Dalam studi literatur yang dilakukan Viennet dan Pont (2017) tentang implementasi perubahan kurikulum di berbagai negara, mereka menemukan bahwa salah satu masalah kritis adalah ketidakselarasan antara kebijakan kurikulum dengan kebijakan terkait lainnya.

    Salah satu contoh yang mereka kemukakan adalah kebijakan kurikulum yang tidak selaras dengan kebijakan akuntabilitas guru, di mana penilaian kinerja guru sama sekali tidak berkaitan dengan upaya untuk mengimplementasikan kurikulum. Jerih payah mereka untuk mempelajari kurikulum baru dan mengambil risiko mengimplementasikan kebaruan di dalam kelas tidak diperhitungkan, sehingga hal tersebut menurunkan motivasi guru untuk mengimplementasikan kurikulum.

    Contoh lain yang menunjukkan ketidakselarasan antara kebijakan kurikulum dengan kebijakan lain yang berkaitan adalah apa yang Bjork (2016) temui di Jepang.

    Penyederhanaan kurikulum di Jepang tidak dibarengi dengan perubahan kebijakan seleksi masuk perguruan tinggi. Sementara kurikulum di jenjang pendidikan menengah disederhanakan atau direlaksasi, seleksi masuk perguruan tinggi tetap menerapkan kompetisi dengan kriteria-kriteria yang sama, yaitu prestasi akademik.

    Akibatnya, relaksasi kurikulum di jenjang pendidikan menengah malah merugikan siswa, terutama mereka yang mengandalkan pendidikan yang disediakan atau disubsidi oleh pemerintah. Mereka tidak cukup kuat bersaing dengan teman-temannya yang dapat mengakses pendidikan swasta yang lebih berorientasi pada kesiapan untuk bersaing masuk perguruan tinggi.

    Penelitian Bjork tersebut menjadi pelajaran penting untuk Indonesia. Perubahan struktur kurikulum (Merdeka) di SMA/MA perlu diikuti dengan penyesuaian kebijakan (Pemerintah) seleksi masuk perguruan tinggi. Seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri adalah salah satu kebijakan yang memengaruhi keputusan peserta didik (dan orang tua mereka) tentang program peminatan yang dipilih ketika masuk SMA pada struktur Kurikulum 2013.

    Perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi di bawah kementerian/ lembaga seperti Akademi Kepolisian, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dan sebagainya mensyaratkan pendaftar lulusan SMA dari program peminatan tertentu, misalnya IPA. Maka, ketika program peminatan tidak ada lagi dalam struktur Kurikulum Merdeka, peraturan ini perlu diubah.

    Demikian juga tes masuk perguruan tinggi, yang semua tes untuk masuk ke program studi di bidang ilmu sains dan teknologi (saintek) menguji materi dari semua mata pelajaran dalam program IPA di Kurikulum 2013, peraturan tersebut juga perlu diubah karena siswa SMA/MA dapat memilih mata pelajaran dari dua atau lebih kelompok rumpun ilmu.

    Dukungan yang dibutuhkan satuan pendidikan dan pendidik dapat berubah dari waktu ke waktu. Ketika mulai diimplementasikan dalam situasi pandemi COVID-19, di mana proses pembelajaran masih kombinasi antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran jarak jauh, dukungan yang dibutuhkan satuan pendidikan akan berbeda ketika pembelajaran sudah kembali normal.

    Demikian pula setelah diimplementasikan dua tahun, misalnya, satuan pendidikan mulai dapat meningkatkan tahap implementasinya (lihat Tabel 4.1) dan dukungan yang dibutuhkan pun akan berbeda lagi. Oleh karena itu, pemerintah perlu tanggap dengan kebutuhan-kebutuhan yang berubah seiring waktu.

    Monitoring dan evaluasi (monev) perlu menjadi mekanisme untuk mendapatkan umpan balik kualitas desain dan implementasi kurikulum.

    Namun demikian, informasi yang juga perlu didapat pemerintah melalui monev adalah kebutuhan dukungan implementasi dari waktu ke waktu. Artinya, dalam prinsip implementation at the right level (implementasi sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan dan pendidik), posisi monev serupa dengan asesmen formatif.

    Asesmen ini tidak digunakan sebagai alat akuntabilitas apalagi menentukan keputusan yang berisiko tinggi untuk satuan pendidikan dan pendidik. Monev perlu dilakukan untuk menentukan

    • tahap kesiapan satuan pendidikan dalam mengimplementasikan kurikulum dan
    • langkah-langkah yang perlu dilakukan serta
    • dukungan yang dibutuhkan

    agar mereka dapat terus melangkah ke tahap implementasi berikutnya dan menjadi satuan pendidikan yang makin merdeka, berdaya upaya, dan mampu secara mandiri memberikan layanan pendidikan terbaik untuk peserta didik mereka, sebagaimana menjadi visi Ki Hajar Dewantara (2009).


    Sumber: Buku Kajian Akademik Kurikulum Merdeka 2024

    Loading